HomeNalar PolitikMobnas, Kegagalan Jepang?

Mobnas, Kegagalan Jepang?

Mobil pedesaan diproyeksikan menjadi mobil nasional sekaligus memberikan angin segar bagi bangsa Indonesia yang berharap memiliki mobil nasional.


PinterPolitik.com

Proyek mobil nasional pertama kali digulirkan pada era 1970, yakni Toyota Kijang. Meski memiliki gambaran produsen otomotif besar asal Jepang, namun desain serta pengerjaannya dilakukan di dalam negeri.

Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali berinisiatif memunculkan mobil nasional dengan konsep mobil pedesaan agar dapat menjadi kendaraan multifungsi sebagai angkutan pedesaan. Langkah berikutnya Jokowi menginstruksikan kepada Kementerian Perindustrian RI sebagai eksekutor dengan menggandeng Institut Otomotif Indonesia (IOI).

Akankah mobil pedesaan ini bernasib sama seperti Esemka ataupun mobil nasional sebelumnya?

Romantisme sentuhan Jepang yang selalu terlibat dalam pembuatan mobil nasional Indonesia kembali terulang dengan dibuktikan oleh munculnya wacana pembuatan mobil pedesaan di era kepemimpinan Jokowi yang lebih memprioritaskan Toyota dalam menyuplai mesin dan transmisi.

Berapa besar peran pabrikan otomotif Jepang dalam pembuatan mobil nasional Indonesia? Bagaimana dengan kompetitor lainnya?

Cara Usang Jokowi Menuju Periode Kedua

Apabila ingatan disegarkan kembali dengan langkah Jokowi saat masih menjabat Walikota Solo untuk mendukung adanya mobil nasional yang dinamakan Esemka yang sekaligus menjadi isu yang mengantarkannya sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Presiden RI.

Popularitas Jokowi melejit saat pencapresan dengan membawa Esemka sebagai bahan kampanye. (Baca juga: Hantu Itu Bernama Esemka)

Jokowi mulai jadi buah bibir media massa nasional dan publik di Indonesia saat menjadi Wali Kota Surakarta alias Solo, terutama ketika membawa mobil Esemka ke Jakarta untuk diuji emisi, Januari 2012 lalu.

Namun, setelah menjabat sebagai Presiden RI, Jokowi kembali mewacanakan munculnya mobil nasional berbentuk mobil pedesaan yang berpotensi tidak akan berjalan mulus.

Diawali dengan ketidak jelasan regulasi sampai pada batalnya dilaunching saat perayaan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2017 kemarin.

Hal ini tentunya menjadi evaluasi Jokowi agar mencari alternatif lain untuk menanti harap dan simpati rakyat menuju Presiden dua periode.

Sisi nasionalisme dan mengedepankan karya anak bangsa dijadikan jembatan bagi Jokowi melenggang mempertahankan posisinya sebagai Presiden untuk kedua kalinya di 2019. Namun dari beragam kenyataannya, mobil pedesaan berpeluang hanya pada tataran wacana.

Baca juga :  Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Dalam realisasi proyek mobil pedesaan, banyak polemik yang muncul ke permukaan diantaranya mengenai kesiapan purnajual, ketersediaan suku cadang dan kesiapan pabrikan mobil yang tidak dapat dipenuhi. Alhasil, mobil pedesaan cenderung bernasib sama dengan mobil nasional lainnya.

Wacana yang berhembus pun, mobil pedesaan menjadi cara lama yang kembali digunakan Jokowi untuk melakukan ekspansi dari desa menuju ke kota agar dipilih kembali dalam Pilpres 2019.

Namun, keseriusan Jokowi dalam menggarap mobil pedesaan kiranya berbanding lurus dengan apa yang ia dapatkan. Belum ada hal yang signifikan berbicara tentang cara lama yang melanggengkan mobil pedesaan untuk diproduksi secara massal.

Akankah Jokowi sukses menggunakan cara lama menuju Pilpres 2019?

Mobnas, Kegagalan Jepang?

Pabrikan Otomotif Jepang Lakukan Aksi Spekulan?

Mengingat mobil pedesaan dibuat oleh Institut Otomotif Indonesia (IOI), tentu ada kaitannya dengan pucuk pimpinan lembaga yaitu Presiden IOI, I Made Dana Tangkas sebagai individu yang menerima mandatory dari Kementerian Perindustrian RI.

Namun, I Made Dana Tangkas juga menjabat sebagai Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Apa kepentingan digaetnya IOI dengan Kementerian Perindustrian dalam membuat mobil pedesaan?

Sebelumnya, Toyota sebagai pabrikan otomotif asal Jepang mencatatkan sejarah untuk mobil nasional pertama kali di Indonesia yang melahirkan Toyota Kijang di 1970an.

Toyota Kijang telah terjual sampai 1 juta unit sejak peluncurannya pada tahun 1975 sampai sekarang. Mesin Toyota Kijang yang berkapasitas 1200 cc ini juga digunakan oleh Toyota Corolla pada zamannya yang merupakan teknologi baru di industri kendaraan buatan Indonesia. Komponen bodi dan mesinnya semuanya berasal dari Indonesia. Kijang juga merupakan model pertama Toyota yang memasuki pasar global di 1987.

Campur tangan pabrikan otomotif Jepang pada mobil pedesaan pun kian terlihat dari adanya proritas kepada Toyota untuk menyuplai mesin dan transmisi.

Hal ini cenderung menimbulkan spekulasi adanya pemanfaatan peluang agar mobil pedesaan menggunakan mesin dan transmisi milik Toyota sebagai produsen mobil asal Jepang. Apakah ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki mobil pedesaan atau memuluskan pabrikan otomotif asal Jepang untuk melakukan aksi spekulan?

Hal ini diperkuat dengan diprioritaskannya Toyota dan Daihatsu sebagai pabrikan mobil yang menyuplai mesin dan transmisi pada proyek mobil pedesaan. Tawaran kepada Toyota ini disampaikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elekronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian RI, I Gusti Putu Suryawirawan.

Baca juga :  Hype Besar Kabinet Prabowo

Kemenperin RI menganggap Toyota layak menjadi penyuplai mesin dan transmisi karena memiliki catatan penjualan komponen kritikal terbanyak seperti mesin dan transmisi. Kejanggalan mengemuka ketika penawaran suplai di awal untuk mobil nasional hanya diberikan kepada Toyota dan Daihatsu saja.

Spekulasi muncul bahwa Toyota diutamakan Kemenperin RI karena Presiden IOI, I Made Dana Tangkas adalah orang yang diberikan mandatory oleh Kemenperin yang merupakan Direktur Toyota.

Simpang siurnya mobil pedesaan mengemuka karena proyek ini melibatkan masyarakat di desa – desa di Indonesia yang akan menyumbang keuntungan besar bagi Toyota. Namun Kemenperin menarik ulur mobil pedesaan tanpa kepastian kapan mobil pedesaan akan dipasarkan sehingga pabrikan pun terancam gagal menyuplai komponen bagi mobil pedesaan.

Spekulasi berlanjut bahwa ini merupakan kesengajaan Toyota sebagai pabrikan asal Jepang dengan gagal menyuplai mesin dan transmisi untuk mobil nasional. Atau Toyota merasa harga jual yang terlalu murah apabila dibandingkan dengan biaya komponen yang disuplai.

Dibanderol senilai Rp 60 jutaan, mobil pedesaan merupakan kendaraan multiguna bagi masyarakat pedesaan untuk mengangkut hasil pertanian, perikanan dan lainnya.

Kegagalan launching prototype mobil pedesaan 17 Agustus 2017 yang lalu merupakan salah satu isyarat nyata kegagalan hadirnya mobil pedesaan. Selain itu, ditambah dari aspek belum siapnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk menyuplai komponen, purnajual yang belum disiapkan seperti perbaikan dan perawatan kendaraan, ketersediaan suku cadang, kesiapan regulasi dan berbagai ketidaksiapan lainnya.

Mengingat, untuk desain mobil pedesaan, IOI telah memiliki desain prototype yang dibuat oleh Kementerian Perindustrian RI, pabrikan otomotif bahkan dari kalangan akademisi.

Lagi dan lagi mobil nasional sebagai harapan kebanggan bangsa Indonesia kandas akibat ketidak seriusan pemerintah mengelola program seperti mobil pedesaan. Selain itu, bila belajar dari Tiongkok, bahwa pemerintah Indonesia sebagai regulator tentunya dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul ketika ingin meluncurkan kendaraan terbaru seperti insentif pajak dan beragam persoalan lainnya.

(Z19)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

More Stories

Wali Kota Depok ‘Biduan Lampu Merah’

"Kualitas humor tertinggi itu kalau mampu mengejek diri sendiri. Cocok juga ditonton politisi. Belajar becermin untuk melihat diri sendiri yang asli, " - Butet...

DPR Terpilih ‘Puasa Bicara’

“Uang tidak pernah bisa bicara; tapi uang bisa bersumpah,” – Bob Dylan PinterPolitik.com Wakil rakyat, pemegang amanah rakyat, ehmmm, identitas yang disematkan begitu mulia karena menjadi...

Ridwan Kamil Jiplak Jurus Jokowi

“Untuk melakukan hal yang buruk, Anda harus menjadi politisi yang baik,” – Karl Kraus PinterPolitik.com Pemindahan Ibukota masih tergolong diskursus yang mentah karena masih banyak faktor...