“Karena mimpi adalah penguat hati untuk mengejar masa depan penuh janji.” ~Primadonna Angela
PinterPolitik.com
[dropcap]D[/dropcap]alam politik, sakit-menyakiti sudah sangat lumrah. Karena yang dikejar adalah kepentingan, bukan perkawanan apalagi persaudaraan, jadi ya harus begitu. Dalam hukum berpolitik, tidak ada teman sehidup semati, yang ada saudara sekepentingan. Keras gaes…
Perlu contoh nih? Ya, kita lihat saja Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra. Dulu dukung siapa, sekarang jadi pengacara siapa? Dulu jadi oposisi, sekarang jadi pembela. Karena apa? Demi mencari kawan yang bisa bersama-sama saling mengayomi kepentingan masing-masing. Agar tidak seperti beli kucing dalam karung, kalau kata Yusril.
Bergabung Yusril menjadi pengacara pasangan nomor urut 02 Joko Widodo-Ma’ruf Amin diakui cukup mengejutkan kubu oposisi. Alasannya, karena mereka merasa pemikiran Yusril tidak sejalan dengan kubu petahana. Tapi sekali lagi, kenyataan membuktikan, bahwa kepentingan adalah segala-galanya. Hiya, hiya, hiya…
Demi kepentingan politik, segalanya menjadi mungkin. Share on XYusril sendiri mengaku, kalau menjadi menjadi lawyer kubu Jokowi-Ma’ruf merupakan manuver yang dianggap paling tepat setelah ditetapkannya putusan ijtima ulama.
Yusril mengatakan, selama ini telah melakukan daya upaya dalam suksesi ijtima ulama. Seperti mengirim utusan untuk menyampaikan apa yang menjadi putasan bersama. Menemui Rizieq Shihab dan Prabowo Subianto, tapi kemudian apa yang diterima Yusril? Pahit gaes… Seperti dikucilkan.
Sebenarnya, Yusril sangat menyesalkan jika pemenangan yang dibahas dalam ijtima ulama hanya terkonsentrasi dengan perhelatan pilpres semata tanpa memikirkan pileg. Padahal PBB saat ini sedang berada di posisi terpuruk. Perlu banyak dukungan agar bersinar di pileg dan menggapai presidential threshold.
Yusril berpikir, kalau sekarang Prabowo terpilih, dan Gerindra menang. Terus nasib kursi DPR gimana? Take and gift-nya seperti apa? Nanti kayak 2014 lalu, PBB nggak dapat apa-apa.
Bagi Yusril, kesuksesan PBB adalah hal yang utama. Ia membutuhkan koalisi yang bisa menyongsong partainya menuju cahaya kesuksesan. Tidak hanya dijadikan sebagai alat politik.
Yusril pun menegaskan, kalau dirinya tidak patut disalahkan jika dirasa tidak hormat pada ulama. Kenapa? Ya, karena ulama-ulamanya juga kurang nganu. Huhuhu… (E36)