Sistem politik sepertinya tidak berpihak pada Yusril Ihza Mahendra. Setiap upayanya untuk menghidupkan kembali PBB, selalu gagal telak. Yusril spesialis dizalimi?
PinterPolitik.com
“Jalan pikiran itu layaknya sebuah parasut, tidak akan bisa bekerja dengan baik bila tidak terbuka.”
[dropcap]S[/dropcap]aat mendirikan partainya dulu, Yusril Ihza Mahendra berharap Partai Bulan Bintang (PBB) akan menjadi kendaraannya dalam meraih tapuk pimpinan di negeri ini. Impian Yusril ini, terbendung sejak awal reformasi bersama kedua sahabatnya, sesama pendiri PBB, yaitu Fadli Zon dan Eggi Sudjana.
Sayangnya, semakin tahun, PBB bukannya semakin berkibar malah jadi melempem. Ibarat kerupuk yang kelamaan di udara terbuka, keberadaannya sudah enggak menarik lagi. Selain susah dicerna, kerupuk keanginan juga sudah hilang bunyi kriuk-nya. Padahal salah satu yang membuat kerupuk suka masyarakat kan, karena berisiknya.
Jadi enggak heran kalau sejak Pilpres lalu, PBB sudah enggak ada peminatnya lagi. Seiring waktu pula, Yusril harus menerima keputusan Fadli Zon untuk bercerai dan selingkuh dengan Prabowo dengan mendirikan Gerindra. Partai yang secara ideologi berbeda, tapi di sisi lain sama-sama pedas terhadap pemerintahan yang berkuasa.
Berbeda dengan mantan “pasangannya” yang mati-matian membela Prabowo untuk jadi presiden, Yusril adalah seorang yang punya pendiriannya sendiri. Secara mandiri, ia ingin buktikan kalau dirinya mampu meraih kursi kepresidenan untuk dirinya sendiri. Itulah mengapa ia terus keukeuh mempertahankan PBB, walau secara organisasi sudah dibilang dalam status koma.
Yusril : Presiden saya lawan berkali – kali, Jaksa Agung saja Tumbang, Apalagi KPU! @zarazettirazr @maspiyuuu @Fahrihamzah @Yusrilihza_Mhd #DukungYIMPidanakanKPU https://t.co/wJtIX4V6EG
— Gumilang Hidayat (@gumilanghidayat) February 19, 2018
Walau diperiode ini, PBB tidak lagi ada di kursi legislasi namun Yusril ikut ngotot saat pembahasan Presidential Threshold. Saat UU Pemilu disahkan dengan keputusan 20 persen suara, ia juga yang langsung angkat suara dan bergegas menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya? Gagal total.
Lalu, Yusril melihat kesempatan langka, saat menyaksikan HTI akan dikremasi dengan UU Ormas. Dengan semangat 45, ia pun menawarkan bantuan keahlian hukum negaranya, dengan harapan massa HTI akan bersedia menjadi konstituen, bahkan kadernya, menghidupkan kembali geliat PBB.
Apakah HTI mampu memang dalam peradilan? Harapannya sepertinya tipis. Akhirnya, gara-gara enam pengurus PBB di Papua Barat enggak hadir saat di verifikasi KPU, impiannya untuk bisa berlaga di 2019 pun langsung kandas. Kasihan Yusril, sepertinya kekalahan selalu menjotosnya bertubi-tubi.
Tapi apakah Yusril menyerah? Tentu tidak, anak didik Moh. Nasir ini tetap berkeras untuk memperjuangkan partai bernapaskan Masyumi miliknya itu hidup kembali. Yusril yang sudah kadung kalah berkali-kali, sekarang jadi merasa dizalimi. Sampai kapan ya perjuangan Yusril ini akan terhenti? (R24)