Selama Yasonna menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, tercatat sudah tiga partai yang terpecah belah, dan selalu diperparah dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan dirinya.
PinterPolitik.com
“Jadi, mengenai Hanura kan sudah ada SK kemudian dari kelompok ‘Ambhara’ datang ke saya menyerahkan hasil munas. Saya hanya meminta kedua belah pihak untuk duduk bersama. Ini sekarang tahap verifikasi partai politik.”
Menjadi “orang luar” di tengah-tengah perpecahan sebuah partai, memang posisi yang tidak enak. Kalau boleh mengeluh, mungkin itu yang dirasakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly. Sejak dirinya ditunjuk sebagai menteri, tercatat sudah tiga partai yang terpecah di masanya menjabat.
Bayangkan saja, ketika Golkar terpecah menjadi dua kubu, Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Yasonna menjadi salah satu pengganjal bagi kubu Aburizal Bakrie. Gimana enggak, walau Golkar masih memiliki persoalan internal, Yasonna malah mengeluarkan SK yang melegitimasi kepemimpinan Agung Laksono.
Begitu juga saat PPP pecah, kok bisa-bisanya Yasonna mengeluarkan SK yang mengesahkan kubu Romahurmuzy (Romi). Udah itu, ketika kubu Djan Faridz berhasil memenangkan gugatan kepada Kemenkumham, eh bukannya nurut, Yasonna malah mempertanyakan keputusan itu.
Tak Kuasai Akar Rumput Hanura, Legalitas SK Menkumham Kubu OSO Lemah https://t.co/zbwPygTOdu pic.twitter.com/IxM5S3XN2H
— Ngadiman Bejatmiko (@Ngadimanjatmiko) January 22, 2018
Ada yang salah? Begitulah bagi Djan Faridz dan pengikutnya. Gara-gara keki dengan SK itu, Yasonna pun ikut digugat ke pengadilan. Hmmm, andai saja PPP mampu dewasa dengan melakukan islah seperti halnya Partai Golkar, mungkin urusan SK Menkumham enggak bakal bikin para kader PPP ngabur seperti sekarang.
Nah belakangan ini, permasalahan sama pun ikut menerjang Hanura melalui aksi saling pecat dan dualisme hasil Munaslub. Permasalahan pun makin runyam, karena ndilalah SK Kemenkumham yang melegitimasi kepemimpinan Oesman Sapta Odang (Oso) juga ikut turun. Siapa yang bakal kena getahnya? Tentu saja Yasonna.
Entah mengapa, adanya SK yang dikeluarkan Yasonna bukannya bikin urusan beres, tapi malah bikin pelik masalah. Pada akhirnya, SK dan Yasonna jadi semacam “duri” bagi para partai yang berselisih. Banyak pengamat menilai, SK tersebut seperti bentuk andil Yasonna, atau dalam hal ini pemerintah, dalam perpecahan partai. Mungkinkah? (R24)