“Menolak pemenuhan hak asasi manusia berarti menantang kemanusiaan itu sendiri” . – Nelson Mandela
Pinterpolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]emua hal di dunia ini memang berpasang-pasangan ya gengs. Ada kanan-kiri, atas-bawah, baik-buruk, juga pria-wanita. Tapi kalau sampai saat ini masih jomblo, berarti nasib baik memang belum berpihak sama kamu ya gengs. Hehehe.
Dalam membuat kebijakan sebuah negara juga tidak jauh berbeda dari itu semua loh. Pasti ada yang setuju, tapi juga ada yang menolak. Namanya juga ngurus orang banyak, memang gak gampang cuy.
Nah ini terjadi pada Menko Polhukam Wiranto yang berinisiatif untuk membentuk tim hukum nasional. Niatnya sih mungkin ingin memberikan kado terindah sebelum berahirnya masa jabatan. Eh ternyata malah banyak kekurangannya dan dikritik oleh banyak pihak. Seperti diberitakan, Wiranto ingin membentuk tim nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, dan pemikiran para tokoh yang melanggar hukum pasca Pemilu. Tidak hanya itu, kebijakan ini juga berisi aturan untuk menangkap siapa saja yang memunculkan ujaran kebencian dan cacian kepada presiden yang secara sah masih menjabat.
Waduh, kalau ceritanya seperti ini, dapat dipastikan akan memunculkan polemik yang bikin gaduh. Tapi, kalau sudah gaduh dan banyak yang protes, nanti malah dibilang makar. Hadeh.
Kebijakan yang masih dalam gagasan ini memang mendapat tanggapan dari berbagai pihak loh gengs. Mereka menganggap bahwa kebijakan ini akan mencederai, bahkan mengebiri sistem demokrasi di Indonesia. Bahkan, praktiknya mirip-mirip dengan yang terjadi di era Orde Baru. Hmm, kangen Soeharto nih pak? Upppss.
Menko Polhukam Wiranto berinisiatif membentuk tim hukum nasional. Niatnya sih ingin memberikan kado terindah sebelum berahirnya masa jabatan. Eh malah banyak kekurangan dan dikritik oleh banyak pihak. Share on XProtes keberatan ini salah satunya dikeluarkan oleh Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua DPR. Doi mengatakan bahwa sejak awal, pemerintah mengalami kegagalan dalam memahami narasi demokrasi, sehingga muncul kesesatan berfikir dalam merumuskan sebuah kebijakan.
Bahkan nih gengs, Fahri juga mengusulkan agar dibentuk tim rakyat agar bisa berimbang. Ada tim hukum nasional, juga ada tim rakyat yang berfungsi sebagai penilai ucapan pejabat pemerintah yang melanggar hukum dan merongrong dari dalam. Waduh, ibaratnya membentuk tim tandingan ya cuy.
Tidak jauh berbeda dengan Fahri, mantan pejabat di Kementerian ESDM, Said Didu juga memberikan respon keras terhadap rencana Wiranto tersebut loh gengs. Doi menganggap bahwa apa yang dicanangkan oleh Wiranto merupakan sebuah bentuk ancaman nyata terhadap para tokoh dan media.
Tuh kan, jadinya banyak yang menolak dan protes. Lagian nih, seharusnya sebagai Menko Polhukam, Wiranto sadar bahwa kebijakan yang akan dibuat itu bertentangan dengan prinsip kebabasan dan demokrasi. Lha kalau pengen kembali ke era Orde Baru mah nggak gini-gini juga kali caranya pak. Ini namanya pengingkaran reformasi 1998. (F46)