Di saat imigran Muslim dipaksa keluar dari Amerika Serikat (AS), kini nasib imigran Muslim di Eropa pun nasibnya terkatung-katung. Isu pergerakan Islam radikal menyebabkan masyarakat Eropa terkena sindrom Islamphobia, di mana tumbuh rasa takut dan benci akibat kekerasan dan terorisme yang menggunakan nama Islam.
pinterpolitik.com
EROPA – Belum lama ini, Royal Institute of International Affairs atau dikenal sebagai Chatham House melakukan polling kepada 10 ribu orang dari 10 negara Eropa terkait persetujuan mereka tentang datangnya para imigran muslim ke negara mereka.
Menurut hasil polling yang dirilis Selasa (7/2), ada lebih dari 55 persen warga Eropa meminta pemerintah menghentikan kebijakan menerima imigran Muslim masuk ke negaranya. Mereka mengaku lelah dengan kehadiran para imigran itu.
Sejumlah negara di Eropa mencemaskan pengaruh buruk yang dibawa oleh para imigran tersebut ke negaranya, mengingat budaya para imigran Muslim berbeda dengan kebudayaan masyarakat Eropa pada umumnya.
Penolakan tersebut disuarakan oleh responden dari beberapa negara, seperti Austria, Polandia, Hungaria, Prancis, Belgia, Jerman, dan Yunani. Sebanyak 20 persen responden memilih menerima imigran dari negara-negara muslim dan 25 persen responden tidak memberikan pendapatnya.
Responden yang menolak imigran Muslim rata-rata berusia di atas 30 tahun. Dilihat dari sektor pendidikan, responden yang menolak rata-rata berpendidikan rendah dengan persentase 59 persen. Namun koresponden yang berpendidikan tinggi, sebanyak 48 persen justru mendukung para imigran.
Polling yang sama juga dilakukan oleh Pew Research Center. Hasilnya tidak berbeda jauh dan menunjukan mayoritas warga Eropa yang tidak menyukai Muslim. Hungaria berada di urutan pertama (72 persen), disusul Italia (69 persen), dan Polandia (66 persen).
Isu radikalisme Islam memang sangat memprihatinkan. Lebih memprihatinkan lagi, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) selaku organisasi liga dunia, terkesan tidak membantu sama sekali dalam menyelesaikan masalah ini. (Berbagai sumber/A15)