“Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikannya.” ~ Abdurrahman Wahid
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]ebanyak 600 kiai dan mubaligh pengasuh pondok pesantren se-Jawa Barat memberikan dukungan kepada Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto untuk mendampingi petahana Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
Wedeww, banyak yaa… 600! Kira-kira ulama yang kemarin ikutan ijtima ada berapa hayo? Banyakan mana sama yang ngedukung Airlangga? Hayolooo…
Ihh ihhh, gimana nih tanggapan kubu pendukung Prabowo? Kaget atau merasa terancam gitu nggak? Hmm, koalisi keumatan punya saingan nih yeee. Ihiw!
Eike jadi ngebayangin muka gemes Airlangga sambil bilang, “Emang antum aje yang didukung ulama? Ane juga nih. Mau ape lu?” Wkwkwkwk.
Eh tunggu dulu deh gaes, kok jadi adu-aduan kelompok ulama gini? Emang nggak apa-apa ulama dipolitisasi? Apa memang trennya lagi begitu, menggunakan ulama untuk tujuan politik? Serius eike penasaran banget kok caranya begitu? Nggak setuju aku tuhhh…
Eike juga jadi bingung, kok ulama sekarang jadi pada terang-terangan banget menunjukkan sikap politik. Mau-maunya gitu loh jadi duta kampanye para politikus. Ckckckck.
Memang sih, ulama-ulama tersebut memberikan tuntutan yang baik, sampai-sampai ikut membuat kontrak politik kepada bakal capres, tapi tetep aja ada kepentingan politiknya. Udah kayak koalisi partai aja pake kontrak politik segala.
Jadi sekarang tuh ya, ulama dijadikan alat untuk mengemas kampanye politik agar seolah-olah baik untuk kepentingan umat. Ujung-ujungnya apa coba? Bikin gaduh. Masyarakat terpecah belah. Belum lagi ribut-ribut isu sara. Hufttt, kubur Hayati disemak-semak aja Bang kalo begini ceritanya….
Sebenernya sih nggak masalah ya kalo ulama jadi politikus, misalnya aja Salim Segaf Al-Jufri yang sekarang menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Jelas, nggak perlu pakai ormas berlatar agama demi menghasut masyarakat untuk membenci kelompok tertentu.
Jadi nih, eike usul aja, gimana kalo Habib Rizieq Shihab atau Ustaz Selamet Maarif coba masuk parpol. Mau yang Islami versi siapa? PAN? PKS? atau PBB? Atau partai nasionalis juga nggak apa-apa. Yang penting tujuannya membela umat kan? Tapi kenapa Kapitra Ampera yang jelas-jelas menunjukkan sikap membela ulama dan umat dimusuhi hanya karena pilihan kendaraan politiknya? Ini sebenernya lagi pada perjuangin umat atau pengaruh politik sih? Kok lucu? Wkwkwkwk.
Hufftt, dari pada pusing mikirin kekonyolan di atas, mendingan kita resapi sama-sama ungkapan yang Najwa Shihab bilang, “Di tanah kita agama dan tradisi saling memberi arti, membuka peluang untuk saling menghargai.” (E36)