Site icon PinterPolitik.com

Tjahjo Ungkit Nostalgia PDIP

hut ke 46 pdip

Tjahjo Kumolo. (Foto: Pelita 8)

“Kita mungkin bisa bersahabat kelak, bila semua kenangan pahit itu telah menjadi nostalgia.” ~Alexandra Ripley


PinterPolitik.com

[dropcap]P[/dropcap]DIP pata tanggal 10 Januari 2019 nanti akan genap berumur 46 tahun, loh. Usia yang sudah amat sangat matang ya? Di usia tersebut, PDIP telah menjadi partai paling berkuasa di negara ini. Mantap jiwa pokoknya. Semoga makin pro wong cilik. Eh, emang udah? Hiya, hiya, hiya.

Nah, di momen-momen menuju 46 tahun PDIP berdiri ini, mantan sekretaris jenderal PDIP Tjahjo Kumolo ingin mengajak kita bernostalgia tentang apa saja yang terjadi ketia PDIP berada di luar kekuasaan pada 2004-2014. Saat Megawati nggak pernah sama sekali ikut upacara di Istana Negara itu. Hihihihi.

Sampai PDIP kembali menguasai negeri pun, perang dingin tetap berlanjut. #sad Share on X

Oh ya, Tjahjo ini salah satu kader sesepuh di partai berlambang banteng ini loh. Doi bergabung pada era orde baru, saat PDIP masih bernama Partai Demokrasi Indonesia. Era reformasi PDI mengalami perubahan kepemimpinan politik dan berubah nama menjadi PDI Perjuangan.

Membahas PDIP di masa setelah 2004, Tjahjo mengenang kembali saat PDIP harus kalah di pemilu legislatif maupun presiden. Itu menjadi masa pergulatan besar katanya. PDIP pun, menurut Tjahjo juga pernah tergoda untuk menjadi bagian dari kekuasaan, tapi nggak jadi… Karena gengsi ya? Hehehe, bercanda.

Ya, tahu kan dulu ada pergulatan batin antara Megawati dan penguasa saat itu.

Tjahjo pun mengenang nasihat Megawati, katanya kalau mau berkuasa harus berjuang merebut kemenangan secara demokratis. Jadi kudu berjuang dulu. Salah satunya berjuang mempertahankan gengsi. Hihihi.

Tjahjo mengaku pernah diperintahkan Megawati untuk terus menguatkan konsolidasi partai. Tumpuannya adalah tiga pilar partai, yakni kekuatan di struktur partai hingga pengurus anak ranting, kekuatan di legislatif, serta kekuatan di eksekutif.

Dari situ, PDIP merombak kerja partai menjadi lebih modern. Dengan cara apa? Menurut Tjahjo, setiap kader didudukkan di salah satu dari tiga kekuatan tersebut berdasar hasil penilaian ilmiah, melalui metode psikotes. Jadi dari awal sudah dicek apakah seseorang cocok di DPR, eksekutif atau struktur partai.

Wah, gebrakannya leh uga. Dari tes psikotesnya bisa ketahuan juga nggak seseorang itu berpotensi jadi koruptor atau nggak? Kalau iya kan mungkin akan jauh lebih berfaedah lagi, agar supaya nggak dicap sebagai partai terkorup lagi. Hehehe.

Ya pokoknya begitu ya. Di masa-masa kekalahannya, PDIP terus intropeksi diri dan terus membangun partainya dengan langkah-langkah kongkrit, dan tentunya dengan membangkitkan kekompakan para kadernya.

Terus juga, Tjahjo mengatakan kalau kejayaan PDIP itu tidak lain merupakan hasil dari tangan dini seorang Megawati. Soal Megawati yang kerap digambarkan sebagai pemimpin yang keras dan otoriter, Tjahjo bersaksi kalau tudingan itu tidak benar. Menurutnya Megawati adalah sosok demokratis, yang di tiap rapatnya selalu mendorong seluruh peserta menyampaikan pendapat. Selain itu, Megawati dipandang sosok yang amat cermat dan berpikir secara rinci.

Hmm, pengaruh Megawati memang besar banget ya. Nggak kebayang kalau doi pensiun. Bakal jadi apa ya PDIP? (E36)

Exit mobile version