HomeDuniaSwiss Tidak Anti-Muslim

Swiss Tidak Anti-Muslim

Saat isu menolak imigran Muslim dan rasa takut pada Islam (Islamphobia) tengah marak di negara-negara Eropa, mayoritas rakyat Swiss secara lantang menyatakan menolak takut Islam dan menentang adanya kampanye anti-Muslim. Seruan ini terlihat dari hasil referendum yang merekomendasikan pemerintah untuk memudahkan para imigran Muslim menjadi warga negara Swiss.


pinterpolitik.com

SWISS – Sebanyak 59 persen suara rakyat Swiss menyatakan setuju untuk memudahkan naturalisasi di negara itu, melalui referendum yang dilaksanakan Minggu (12/2). Referendum ini mengamandemen konstitusi dengan memberikan kesempatan bagi orang di bawah usia 25 tahun atau yang lahir di Swiss untuk menjadi warga negara, walau tetap harus mengikuti undang-undang yang berlaku.

Populasi Muslim di negara ini telah meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan data migrasi nasional, ada sekitar 25.000 dari 8 juta penduduk negara Swiss berasal dari imigran Italia, Balkan, dan Turki yang sebagian besar Muslim.

Muslim pertama di Swiss tiba sebagai pekerja pada 1960-an, sebagian besar dari Turki, bekas Yugoslavia, dan Albania. Mereka bergabung dengan keluarga mereka di tahun 1970-an dan dalam beberapa tahun terakhir, banyak imigran Muslim datang menjadi pencari suaka, di antaranya telah mendapat kewarganegaraan.

Walau mayoritas masyarakat menyatakan setuju adanya peraturan naturalisasi imigran, namun sebelum referendum Komite Anti-Fasilitasi Kewarganegaraan (CAFC) yang berisi anggota parlemen dari Partai Rakyat Swiss (SVP) – partai sayap kanan anti-imigran Muslim, membuat poster-poster ajakan untuk menolak peraturan tersebut.

Jean-Luc Addor, pemimpin CAFC yang juga anggota parlemen, berkomentar kalau kekalahan kubunya seperti “sendirian melawan semua orang dalam kampanye ini.” Pihak SVP juga membantah terlibat langsung dalam kampanye anti-Muslim itu, tapi menyatakan tidak akan berhenti meski kalah dalam referendum.

“Masalah Islam, saya takut, itu akan menyusul kita dalam beberapa tahun,” ujarnya kepada kantor berita Swiss, RTS,  Senin (13/2). Namun para politisi yang memenangkan referendum merayakannya. Mereka mencemooh kampanye Addor sebagai ”serangan kekerasan terhadap Muslim”.

Amnesty Internasional mengatakan kalau kampanye anti-Muslim bertentangan dengan peraturan Uni Eropa. “Peraturan Uni Eropa melarang diskriminasi dengan alasan agama atau keyakinan. Tapi dalam hal pekerjaan tampaknya tidak ditanggapi di seluruh Eropa dan kami memperhatikan tingginya pengangguran di kalangan Muslim,” kata Marco Perolini, pakar diskriminasi Amnesty International.

Tak bisa dipungkiri, banyaknya aksi kekerasan dan terorisme yang menggunakan nama Islam menimbulkan Xenophobia (ketakutan terhadap orang asing) maupun sentimen anti-Islam (Islamphobia), di negara-negara Eropa. Padahal ajaran Islam sendiri tidak mengajarkan kekerasan, dan sangat menghormati perbedaan agama. Agar tidak menimbulkan perpecahan, marilah saling menghormati keyakinan dan pandangan orang lain, meskipun berbeda. (Berbagai sumber/R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...