Belakangan ini, persiapan kontestasi Pilkada Jawa Timur semakin memanas, terutama karena ada dua calon gubernur dari aliran yang sama, yaitu Nahdlatul Ulama.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]M[/dropcap]enyambut Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim) tahun depan, kondisi perpolitikan di wilayah timur Jawa ini mulai memanas. Terutama karena saat ini sudah dipastikan akan ada dua calon gubernur (cagub) dari kader Nahdiyin (NU) yang akan bertarung.
Keduanya adalah Menteri Sosial yang juga Ketua Umum PP Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa. Lalu ada juga Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf atau Gus Ipul yang juga merupakan salah satu ketua PBNU.
“Kami seperti terbelah,” kata seorang sumber yang juga salah satu petinggi NU, di Kompleks Parlemen, Rabu (8/6), malam. Sumber tersebut mengungkapkan, semua kandidat yang bakal maju di Pilgub Jatim hampir semua warga NU. “Kalau mau dibilang repot ya, jika satu provinsi NU kabeh,” katanya.
Menyikapi kondisi ini, lanjutnya, para sesepuh dan kiai NU mengirimkan surat terbuka. “Mereka meminta Pilgub Jatim jangan sampai membawa perpecahan di NU,” jelasnya. Para sesepuh NU itu juga meminta dilibatkan dalam pembahasan calon gubernur yang akan diusung nanti.
Menurutnya, hal ini sesuai dengan tradisi pendiri NU yang mendengarkan para kiai dan pengasuh pondok pesantren sebagai rujukan utama dalam proses pengambilan keputusan. “Ada kegelisahan dari para sesepuh, kok tidak jadi siji (satu) saja,” katanya. Saat ditanya mengenai isu kucuran dana ke sejumlah pesantren, sumber tersebut hanya mengatakan, “Isu itu selalu berhembus menjelang Pemilu, termasuk Pilkada.”
Ada Surat 21 Kiai, Diprediksi Suara NU Tetap Terbelah di Pilgub Jatim https://t.co/u6Iim5mKcN #TrendsOnSocmed
— Kata Politikus (@kataPolitikus) May 28, 2017
Kebingungan yang sama juga dirasakan oleh Ketua Umum PPP Romahurmuzy, ia mengaku pusing kalau Gus Ipul dan Khofifah sama-sama menjadi kandidat dalam Pilkada Jatim 2018. “Hari-hari ini kami pusing karena mendengar kabar akan ada dua kader NU yang maju di Jatim, yaitu SY (Saifullah Yusuf) dan KIP (Khofifah Indar Parawansa),” kata pria yang biasa disapa Romi ini, 28 Mei lalu.
Apalagi partainya memiliki hubungan baik dengan keduanya. “PPP punya pengalaman mengusung keduanya dalam Pilkada Jatim,” lanjutnya. Berdasarkan Pilgub Jatim 2013, partainya sempat mengusung Gus Ipul yang menjadi wakil dari Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. Sementara Khofifah kala itu diusung PKB, namun kalah suara. Sementara PPP juga pernah mengusung Khofifah pada Pilgub 2008, namun juga mengalami kekalahan.
“Kalau kali ini keduanya maju, betul-betul memusingkan kami,” aku Romi yang memutuskan kalau PPP tidak akan terburu-buru menetapkan pasangan bakal calon pada Pilkada Jatim. PPP sebagai partai yang dilahirkan para kiai, bakal mengikuti petuah para ulama di Jatim terkait calon yang akan diusung pada Pilkada Jatim. “Namun hingga hari ini, kami belum menerima surat atau arahan apapun dari para kiai di Jatim.”
Anggota Komisi III DPR ini menyatakan, PPP akan terus melakukan komunikasi dengan para kiai, alim ulama dan tokoh tokoh Islam di Jatim. Selain arahan kiai, PPP juga memiliki persyaratan kepada cagub yang akan diusung. Persyaratan tersebut, yakni cagub yang diusung harus bersedia menerima Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PPP Jatim Musyafak Nur sebagai cawagub.
Berbeda dengan PPP, PKB yang juga memiliki basis massa NU sudah menerima perintah dari para kyai terkait Pilkada Jatim 2018. Pada Musyawarah Kubro di Pesantren Bumi Sholawat, Lebo, Sidoarjo, Kamis (25/5), para kyai memberi amanat kepada Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar agar seluruh nahdliyin bisa menyatukan kekuatan kepada Saifullah Yusuf sebagai calon gubernur pada Pilgub Jatim tahun depan.
Sementara itu, berdasarkan riset elektabilitas Lembaga Survei Regional (LSR) sejak November 2016 hingga Maret 2017, dari 30.000 responden di 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, menyatakan kalau Gus Ipul mengungguli elektabilitas Khofifah. Pada riset itu, elektabilitas Gus Ipul mencapai 37 persen, Risma 34 persen, dan Khofifah 33 persen. “Karena itu, pilkada Jatim bakal seru, karena belum ada calon yang elektabilitasnya mencapai lebih dari 50 persen,” kata Direktur LSR Mufti Mubarok.
Sebagai salah satu yang namanya dianggap memiliki elektabilitas tinggi, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengaku Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tidak akan menunjuknya untuk maju di Pilkada Jatim tahun depan. Kepastian itu, kata Risma, sudah disampaikan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri kepada dirinya. “Saya sudah ketemu Bu Mega, dan sudah setuju bukan aku (yang maju di Pilkada Jatim),” katanya, Kamis (8/6).
Namun Risma tidak menyebut siapa yang akan diutus PDI Perjuangan untuk maju di Pilkada Jatim. “Ada pokoknya, tapi rahasia,” ucapnya. Sebelumnya, diberitakan kalau DPC PDI Perjuangan Surabaya akan mengajukan Risma sebagai bakal calon gubernur Jatim. Apalagi berdasarkan sejumlah survei, namanya disebut-sebut sebagai tiga besar figur yang bakal meramaikan bursa cagub Jawa Timur. Namun, Risma selalu menampik semua itu dan menyatakan keengganannya maju sebagai gubernur. Sehingga, ada kemungkinan pertarungan Pilgub Jatim 2018 akan menjadi pertarungan antar NU.
(SP/Berbagai sumber/R24)