“Saya akan ke lembaga Massachusetts Institute of Technology, meninjau center for mobility, yakni sistem teknologi digital pengurai kemacetan yang bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen,” ~ Wakil Gubernur DKI jakarta, Sandiaga Uno.
PinterPolitik.com
[dropcap]G[/dropcap]uys, kalian pernah jatuh cinta belum nih? Terus seandainya sekarang ini kamu lagi punya gebetan, normatifnya kamu akan cari wejangan ilmu percintaan sama temen yang udah punya pacar, atau yang masih jomblo akut nih? Ya jelas sama yang udah punya pacar lah ya. Secara kan dia udah punya ilmu yang siap disharing? Tapi kalau ada yang menanyakannya sama jomblowan, ya itu mah kamunya aja yang pelo.
Ya seperti Wakil Gubernur DKI Jakarta kita yang satu ini, Sandiaga Uno yang baru saja terbang ke Amerika Serikat Hari Minggu lalu untuk mempelajari teknologi pengurai kemacetan. Mempelajari teknologi pengurai macet dari negara dengan tingkat kemacetan nomor satu di dunia? Rasanya ada yang salah deh!
Dalam penelitian Inrix Global Scorecard, perusahaan yang memberikan layanan prediksi kondisi lalu lintas, setiap tahunnya warga Amerika kehilangan hingga 104,1 jam karena terjebak macet. Secara keseluruhan warga Amerika telah kehilangan delapan miliar jam. Jadi negara ini rujukan Sandi mengatasi kemacetan?
Lah kalau Amerika aja blom bisa beresin kendala kemacetan di negara mereka sendiri, apa yang membuat Sandi berpikir bahwa kemacetan Jakarta bisa diselesaikan dengan merujuk ke negara tersebut? Aya aya wae ah. Ah palingan Sandi cuma mau jalan-jalan aja tuh ke sana sekalian liburan. Wah jangan gitu ya Bang!
Menurut eike yang cc otaknya gak gede-gede amat ini, sebab-musabab kemacetan di Jakarta itu biangnya ya karena terlalu buanyaknya kendaraan yang lalu-lalang. Mau gak macet? Kurangi aja jumlahnya. Gak bisa? Paksa pengguna kendaraan pribadi naik kendaraan umum yang murah dan nyaman. Gitu aja kok repot.
Berani gak Sandi berjibaku dengan produsen kendaraan bermotor asal Jepang, dimana kendaraan mereka mendominasi Ibu Kota? Berani gak menaikkan tarif parkir kendaraan pribadi di jalan agar mereka jengah dan beralih ke kendaraan umum? Tapi yang resmi loh ya, masa bayarnya ke preman tukang parkir.
Jakarta itu gak butuh program khayalan yang gak terimplementasi. Jakarta itu butuh pemimpin yang berani mengambil keputusan, meskipun keputusan itu gak populer, atau bahkan bisa bergesekan dengan pihak korporasi besar yang menaungi sejumlah merk kendaraan bermotor ternama. Bukannya main aman dengan mencari program pengurai kemacetan ala-ala di Amerika. Hadeuh. (K16)