“Masyarakat keadilan sosial bukan saja meminta distribusi yang adil, tetapi juga adanya produksi yang secukupnya.” ~ Bung Karno
PinterPolitik.com
[dropcap]W[/dropcap]eleh-weleh. Sila-sila Pancasila semakin hari semakin jauh saja ya dari praktik kehidupan sehari-hari bangsa ini.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dimaknai dengan sikap ekstrem dibumbui dengan politik identitas yang tunggal merontokkan pemahaman berke-Tuhanan dan keberagamaan yang sebenarnya. Keberagamaan kini ditandai dengan simbol-simbol keagamaan yang sempit.
Di sisi lainnya, sila pertama dimaknai sebagai kebebasan berkeyakinan dan merayakan keberbedaan saja. Tidak mengherankan bermunculan pemahaman agnostic dan sejenisnya yang cenderung bias dan bertentangan dengan norma-norma dan nilai yang ada di masyarakat.
Apa kalian sepakat gengs? Kalau eyke sepakat banget gengs, bukan hanya sila pertama aja tuh yang menyimpang, tapi juga sila-sila yang lainnya.
Sila kedua kemanusian yang adil dan beradab, apa sudah terwujud di negeri ini? Terus kalau sila ketiga gimana nih menurut kalian? Apa persatuan Indonesia hanya sekedar penafsiran bersatunya pulau dan kota-kota di Indonesia dengan Jakarta?
Hmmm, parahnya lagi gengs, sila keempat yang katanya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, malah nyatanya kini wakil rakyatnya banyak yang dikejar KPK tuh. Jadi gimana mau hikmat ya? Wkwkwk.
Intinya mah, saat ini anak bangsa bukan berlomba dalam kebaikan nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, tapi justru saling menyerang dan membenturkan dirinya dalam pemaknaan dan pemahaman yang berbeda dengan dalih sama-sama menjalankan dan mengamalkan. Weleh-weleh.
Kalau sudah seperti ini, kita harus gimana ya gengs? Siapa coba yang mau bertangungjawab mengembalikan nilai-nilai Pancasila sesuai dengan hakekatnya? Apa mungkin Pancasila sampai hari kiamat nanti cuman jadi bahan dagangan para politikus?
Aduh. Daripada pusing mikirin nasib Pancasila ke depan seperti apa, mending untuk saat ini kita renungin apa yang pernah diungkapkan Bung Karno tentang Pancasila:
“Aku tidak mengatakan bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah.” (G35)