Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy tersangkut skandal kecurangan dana kampanye pada pemilihan Presiden tahun 2012. Seorang hakim di Paris telah menetapkannya sebagai tersangka dan akan segera diadili.
pinterpolitik.com
PRANCIS – Dalam laporan tuduhannya, Presiden Prancis ke 23 ini diduga telah mengabaikan peraturan tersebut dengan menyembunyikan dana sebesar € 22,5 juta (Rp 266 miliar), melebihi batasan yang diharuskan, yaitu €20 juta (Rp 236 miliar).
Kasus ini dikenal sebagai “Skandal Bygmalion” karena diduga UMP – partai tempat Sarkozy bernaung, telah melakukan persekongkolan dengan perusahaan Bygmalion untuk menyembunyikan jumlah biaya kampanye yang sebenarnya, selama masa kampanye pencalonan Sarkozy sebagai presiden.
Sarkozy yang menjabat dari tahun 2007 hingga 2012 ini selalu membantah keterkaitannya pada skandal Bygmalion. Namun tuduhan ini semakin berat ketika para karyawan Bygmalion mengakui adanya pemalsuan oleh partai UMP tersebut.
Akibat skandal ini, nama Sarkozy menjadi buruk dan rencananya untuk kembali mencalonkan diri di tahun ini pun terancam gagal. Dalam sejarah Prancis, nama Sarkozy akan masuk sebagai Presiden Prancis kedua yang diadili. Pada tahun 1958, Jacques Chirac juga pernah dihukum selama dua tahun percobaan atas tuduhan pengalihan dana negara dan penyalahgunaan kepercayaan rakyat.
Sepertinya Indonesia dapat bercermin dari kasus hukum di Prancis yang mampu menerapkan peradilan secara merata, di mana setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Bahkan mantan presiden negaranya sendiri pun dapat dijerat hukum bila memang melakukan pelanggaran.
Saat ini hukum di Indonesia dirasakan tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum hanya berlaku bagi rakyat biasa dan tidak mampu, sangat kontras perlakuannya pada orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang. Jika Prancis mampu menjebloskan mantan presidennya ke hotel prodeo, mampu juga kah Indonesia melakukannya? (Berbagai sumber/A15)