Site icon PinterPolitik.com

Sandi Kalah Jika Takut Kualat

Sandi Kalah Jika Takut Kualat

Jika tidak membuang rasa canggungnya, aksi debat Sandi sangat mungkin jadi tak maksimal (Foto: istimewa)

“Oh Tuhanku yang kuasa, jika dia adalah benar anakku, kumohon berikan azab padanya dan ubahlah dia jadi batu”. – Ibu Malin Kundang


PinterPolitik.com

[dropcap]K[/dropcap]ata “kualat” memang menjadi 6 huruf yang mungkin punya 6 juta makna dan akibat ketika diucapkan. Umumnya orang-orang yang disebut kualat adalah mereka yang berbuat jahat di suatu masa dan mendapatkan akibatnya di masa depan karena perbuatannya tersebut.

Kualat itu emang kayak yang terjadi di film-film televisi (FTV) azab yang belakangan lagi dibicarakan karena super nyeleneh judul-judulnya.

Contohnya, ada yang judulnya “Mandor Kejam Jenazah Terkubur Cor Coran dan Tertimpa Meteor”. Terus ada juga yang judulnya “Penjual Ayam Tiren Mati di Kandang Ayam dan Keranda Jenazahnya Terbakar kena Sengatan Listrik”. Hadeh.

Nah, kalau kata bapak guru geografi zaman SMA dulu, biasanya orang yang kualat juga adalah yang melawan atau berbuat jahat pada orang tuanya. Membantah perintah orang tua aja bisa kualat loh.

Kisah Malin Kundang yang dikutuk jadi batu oleh ibunya adalah salah satu contoh tentang anak yang kualat itu. Udah dibesarkan dengan kasih sayang oleh ibunya, eh malah nggak diakui sebagai orang tua ketika udah sukses.

Sandi kan pasti takut kalau kisah dirinya dijadiin judul FTV azab: “Kandidat Kalah Karena Membantah Orang Tua”. Share on X

Tapi, kalau urusan politik kayak sekarang ini jelang Pilpres 2019, mungkin persoalan takut kualat itu perlu sedikit disingkirkan sesaat, khususnya untuk Sandiaga Uno. Soalnya, sebentar lagi doi akan berdebat melawan Ma’ruf Amin yang notabene umurnya 27 tahun lebih tua dibanding dirinya.

Apalagi, Ma’ruf kan sosok yang sangat dituakan dan dianggap sebagai ulama paling powerful di Indonesia menurut Greg Fealy dari Australian National University. Doi juga Ketua non-aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI), plus mantan Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) pula. Udah dituakan, ulama pula. Kan ngeri-ngeri sedap kalau ngebantah doi.

Bayangin aja kalau pas berdebat nanti, Ma’ruf ngomong bahwa program-program Jokowi semuanya baik dan sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Terus, Sandi jadi bakal mikir keras. Kalau doi bantah pernyataan sang kiai itu, bisa-bisa nanti malah kualat. Membantah perintah orang tua cuy.

Apalagi Sandi pernah bilang bahwa doi sangat menghormati Ma’ruf, sama seperti orang tuanya sendiri. Selain itu, doi sama Anies kan menang pas Pilkada DKI Jakarta juga salah satunya karena Ma’ruf yang ngeluarin fatwa tentang Ahok.

Jadi kalau doi bantah pernyataan Ma’ruf dan bilang bahwa yang diomongin sang kiai nggak benar, bisa dibilang mendurhakai orang tua kan. Kualat dong namanya. Sandi kan pasti takut kalau kisah dirinya dijadiin judul FTV azab: “Kandidat Kalah Karena Membantah Orang Tua”. Hadeh.

Meski hal-hal tersebut gak bisa dihindari, untuk konteks debat, Sandi kudu sedikit mengendurkan perasaan segan dan takut kualat itu. Kalau nggak, doi malah bisa kalah dari Ma’ruf. Hal ini salah satunya disebutkan oleh peneliti dari CSIS, Arya Fernandes.

Selain itu, doi juga harus ngelihat Ma’ruf lebih sebagai politisi, ketimbang ulama. Soalnya Ma’ruf kan emang politisi. Dalam politik mah emang perlu sedikit nyingkirin moral – begitu kata Machiavelli – tapi nggak usah banyak-banyak. Sedikit aja udah cukup kok.

Dengan begitu Sandi jadi lebih bebas berdebat. Kan Thomas Holbrook – profesor Ilmu Politik dari University of Wisconsin-Milwaukee, AS – pernah bilang bahwa debat Pilpres itu sangat penting bagi pemilih yang belum menentukan pilihan.

Sandi bisa lebih bebas ngeluarin pendapat dan kemenangan kubunya jadi bisa lebih muda diraih.

Siapa tau nanti malah kubu sebelah yang nasibnya dijadiin judul FTV azab karena mengatakan hal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Upppss. (S13)

Exit mobile version