Karena bingung dikejar awak media, Wiranto salah masuk mobil untuk kabur. Kenapa kabur, kalau jago menyamar?
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]N[/dropcap]amanya menteri, sibuk dengan rapat ini itu, tak kalah dengan kesibukan pekerja kantoran ibu kota. Tapi yang berbeda, sesibuk-sibuknya karyawan rapat, tidak akan pernah dikejar-kejar awak media. Sementara Wiranto, selesai menghadiri rapat terbatas (Ratas) internal membahas Densus Tipikor di Kantor Presiden, menjadi rebutan para wartawan.
Yang menarik, karena gugup atau malas meladeni, Wiranto berusaha kabur dengan mobil. Nahas, dua kali Wiranto salah menaiki mobil. Mobil Ketua KPK, Agus Raharjo asal saja dibuka Menkopolhukan itu. Menyadari salah, ia beranjak dan membuka pintu mobil Asman Abnur, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. “Wah, ini bukan mobil saya. Di mobil saya enggak ada makanannya. Duh, kalian ini bikin bingung saya saja,” ucapnya sembari terkekeh.
Sejak menjadi ‘teman main’ Jokowi, kesibukan Wiranto memang segudang. Tak jarang ia terlihat linglung dan bingung sendiri karena padatnya jadwal. Belum lagi awak media yang pasti mengejarnya untuk bertanya macam-macam. Yang menggemaskan, kok Wiranto tak mengeluarkan keahliannya yang tersohor itu? Yakni menyamar.
Masih ingat kan di tahun 2014 lalu, saat Wiranto gencar-gencarnya memperlihatkan keahlian menyamarnya? Mulai dari kondektur bus, tukang becak hingga pedagang asongan, dilakoninya. Nah, kenapa tak gunakan saja keahlian itu saat dikejar-kejar awak media?
Hari ini saya akan menyamar menjadi seorang kondektur bus kota. Perjuangan hidup yang memberikan inspirasi saya. pic.twitter.com/GtZkcFd2lo
— Wiranto (@wiranto1947) March 7, 2014
Tak banyak yang tahu juga kalau sejak dulu, bakat menyamar Wiranto memang sudah terlatih. Saat masih setia berada di sisi mantan Presiden Soeharto, ia rela memberikan punggungnya menjadi ‘meja’ saat Soeharto menuliskan sebuah nota. Ya, dia adalah ‘teman’ sang Jenderal Besar yang loyal kala itu.
Kini, seiring usianya yang senja, selain tetap bertahan menjadi elite politik, ia juga seakan mewarisi pula bakat seperti bunglon untuk mempertahankan hidup dari serangan predator bernama waktu.
Ya, mungkin Pak Wiranto ini berhitung, jalannya menyamar menjadi Presiden RI yang kesekian barangkali sudah tertutup. Namun, menjadi ‘mentor’ bagi presiden terkini dan esok, juga bukanlah pekerjaan rendahan. Semua berkat persahabatannya yang terjalin dengan Megawati semasa bergejolak dengan Gus Dur dahulu. Sekali lagi, terima kasih Mama.
Nah, kalau Wiranto menyamar sebagai Mama apakah ampuh menghindari kejaran awak media? Waduh. (A27)