“That’s the wrong thing to do” – Drake, penyanyi rap asal Kanada
PinterPolitik.com
Virus Corona (COVID-19) sepertinya memang luar biasa. Kehadirannya mampu membuat seluruh umat manusia pontang-panting. Tidak sedikit pemerintah di berbagai belahan dunia kebingungan menghadapi wabah ini.
Manusia abad ini pun harus dilanda kepanikan terjadinya defisiensi nutrisi akibat penurunan ekonomi, hampir di seluruh dunia. Kalau bisa didramatisir nih gengs, ibaratnya dunia sudah seperti terkena kiamat dalam skala kecil, cuy. Serem banget ya, cuy.
Beberapa negara seperti Tiongkok, Thailand, Meksiko, India, dan Vietnam misalnya, telah mengambil beberapa kebijakan agar dapat meminimalisir penyebaran wabah COVID-19 ini. Vietnam sendiri mempunyai cara berbeda daripada yang lainnya meskipun sama-sama bertema disinfeksi, yaitu dengan menyediakan ruangan kecil yang diberi nama sterilization atau disenfection chamber di setiap sudut kota Hanoi.
Tidak terlepas juga nih, cuy, dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena dampak virus Corona. Indonesia dan beberapa daerahnya mempunyai kebijakan serupa, gengs. Seperti penerapan rapid test di berbagai wilayah dan menyemprot jalanan kota dengan disinfektan. Tentu, masyarakat menjadi senang dong dengan adanya aksi nyata dari pemerintah untuk menangani si kecil Corona.
Tetapi nih, gengs, ternyata cara penanganan COVID-19 di Indonesia yang seperti ini dinilai salah kaprah oleh organisasi World Health Organization (WHO). Tahu gak nih, gengs, apa yang salah dari Indonesia menurut WHO?
Ini bukan terkait lambatnya penanganan COVID-19 ya, gengs. Pasalnya, ternyata penyemprotan disinfektan di Indonesia dan beberapa wilayahnya ini dinilai salah kaprah, cuy. Wadadaww, kenapa ya kok salah kaprah?
Begini, cuy. Menurut Dale Fisher sebagai ahli penyakit menular di Singapura, sekaligus sebagai Ketua Divisi Wabah Global dan Jaringan Tanggapan dari WHO menyebutkan bahwa hal itu aneh dan salah kaprah, cuy. Doi menganggap bahwa tindakan tersebut tidak termasuk penanganan virus Corona.
Lebih jauh lagi nih, menurut Fisher, hal tersebut cenderung konyol jika terus dilakukan karena hal tersebut malah dapat mengakibatkan keracunan pada manusia. WHO lebih menyarankan agar masyarakat melakukan tindakan cuci tangan sesering mungkin. Hal tersebut lebih efektif dalam menanggulangi COVID-19.
Weleh-weleh, kalau ternyata benar memang begini adanya, kok banyak pemerintah daerah yang melakukan tindakan tersebut ya, cuy? Masa sih ahli medis di seluruh Indonesia dan di berbagai belahan daerah tidak mengetahui konsekuensi tersebut? Harusnya sih sudah tahu ya, gengs, bahaya apa yang akan ditimbulkan.
Apa mungkin karena dinilai ini sebagai jalan tanggap dan cepat ya? Jadi, mungkin menurut mereka “ah lakuin aja dulu, terkait dampak disinfektan nanti kita urus setelahnya”. Upsss, semoga tidak benar ya, cuy. Hehehe. soalnya ini sama-sama menyangkut kesehatan manusia lo.
Pasalnya, tidak sedikit, gengs, daerah yang melakukan tindakan tersebut. Seperti, contoh nih, DKI Jakarta sebagai episentrum penyebaran COVID-19, mereka melakukan penyemprotan di lima wilayah.
Setelah itu, di Surabaya, yang melakukan penyemprotan hingga ke kampung dan rumah penduduk. Bahkan nih, ada lagi yang sangat mengagetkan, gengs, seperti Bali yang menyediakan 5.000 liter disinfektan untuk penyemprotan wilayahnya. Waduh, banyak banget ya gengs. Itu sih mungkin bisa untuk berenang sekalian ya. Hehehe.
Ngomong-ngomong, sebenarnya terserah sih mereka tahu apa tidak terkait bahayanya ini. Yang terpnting, jangan malah diproyek-in ya hal seperti ini – terlebih di tengah kondisi pandemi seperti saat ini. Hehehe. (F46)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.