“Kami berharap DPR mempertahankan usulannya (soal RUU PKS), termasuk kontennya. Dalam artian, enggak lucu juga kan karena DPR yang punya draft ini, kemudian mereka ikut pemerintah (KPPPA).” –Siti Aminah, anggota LBH APIK
PinterPolitik.com
Masih ingatkah kalian tentang isu Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual alias RUU PKS yang beberapa waktu lalu sempat heboh bahkan hingga dianggap sebagai undang-undang yang pro-zina dan pro-LGBT?
Di tengah-tengah polemik Pemilu saat ini, sepertinya pemberitaan terkait RUU PKS, sudah mulai hilang dan diabaikan oleh masyarakat.
Tapi, siapa sangka kalau diam-diam persoalan tentang RUU PKS ini sudah memiliki perkembangan. Ternyata sejak tanggal 8 Mei 2019, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) telah mengadakan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak yang bersangkutan umtuk membahas Daftar Isian Masalah (DIM) yang ada dalam RUU PKS.
Sayangnya, tidak semudah itu Ferguso! Pertemuan-pertemuan tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Update terkahir tentang RUU PKS justru menimbulkan pertentangan yang lebih rumit lagi.
Seberapa besar kekuatan emak-emak? Selengkapnya dalam tulisan indepth berjudul "Revolusi Prancis, Emak-emak Prabowo"di Pinterpolitik.com
Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), tujuan dihadirkannya RUU PKS adalah untuk membantu korban pelecehan seksual agar mendapat hukum yang adil. Soalnya, selama ini kasus-kasus pelecehan seksual sering kali mengalami kendala ketika berhadapan dengan penegakan hukum, misalnya korbannya yang disalahkan, tidak adanya saksi dan terjadinya reviktimisasi.
Nah, sayangnya dalam DIM yang dibuat oleh KPPPA malah banyak hal-hal penting dari RUU PKS yang telah dihilangkan dan diubah.
Misalnya, di dalam DIM yang telah dibuat oleh DPR ada 9 bentuk kekerasan seksual. Sedangkan DIM yang dibuat oleh KPPPA hanya memiliki 4 bentuk kekerasan seksual.
Jika ditotal, ada sekitar 17 poin yang dihilangkan oleh KPPA dari DIM RUU PKS, yaitu tentang pasal pencegahan kekerasan seksual, hak saksi, hak ahli, hak ganti rugi, hak penyidikan, hak penuntutan, dan lain sebagainya.
Hmmm. Lucu juga ya kalau nanti akhirnya DPR malah ikutan setuju dengan DIM RUU PKS yang telah direvisi KPPPA.
Apalagi, Presiden Jokowi kan ngebanggain kebinetnya yang disebut banyak diisi tokoh-tokoh perempuan. Lha ini, kementeriannya sendiri yang malah mengurangi poin-poin yang ada dalam RUU yang utamanya untuk melindungi perempuan.
Pak Jokowi sibuk sama persoalan Pemilu dan jalan-jalan sama Jan Ethes, jadinya nggak ngelihat ada hal yang sangat penting untuk masyarakat. Kan RUU PKS jadi kayak anak tirinya Pak Jokowi yang nggak diperhatikan. Walaupun nggak kayak Kaesang sih. Upppss. Hehehe.
Persoalan ini penting, soalnya kalau banyak pasal yang dihilangkan, bagiamana mungkin RUU PKS ini dapat menjadi alat untuk memberikan keadilan bagi para korban kekerasan seksual? (R50)