Mantan Presiden Iran, Ali Akbar Hashemi Rafsanjani, meninggal dunia pada usia 82 tahun karena serangan jantung, seperti dilaporkan media Iran.
pinterpolitik.com – Senin, 9 Januari 2017.
Media negara Iran melaporkan bahwa Rafsanjani sebelumnya dirawat di rumah sakit Teheran untuk menjalani pengobatan jantung. Rafsanjani meninggal di rumah sakit karena serangan jantung akibat gagal jantung.
Rafsanjani kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Shohadaye Tajrish pada Ahad sore karena serangan jantung dan ia tak sadarkan diri. Lima spesialis jantung datang dengan memberikan semua langkah pengobatan, sampai pemompaan jantung dilakukan namun tidak tertolong, ia meninggal sekitar pukul 19.30 waktu setempat.
Kecerdasan dan reputasinya yang berpengaruh sehingga dia pernah memegang pucuk pimpinan pemerintahan di Iran selama dua periode di tahun 1989 – 1997.
Dia ikut berperan penting dalam reovolusi 1979 namun belakangan bertentangan dengan kelompok garis keras. Pemimpin Agung Iran, Ayatullah Ali Khamenei, mengatakan kepergiannya merupakan hal yang amat sulit dan mengakui perbedaan di antara mereka.
“Perbedaan pendapat dan penafsiran pada suatu saat dalam periode yang panjang sama sekali tidak pernah memutus perkawanan antara kami,” kata Ayatullah Khamenei.
Presiden Hassan Rouhan – yang memiliki hubungan baik dengan Rafsanjani – datang ke rumah sakit sebelum pengumuman resmi kematiannya.
Panglima Angkata Bersenjata
Ali Akbar Hashemi Rafsanjani lahir tahun 1934 di Iran tenggara dalam keluarga petani dan belakangan belajar teologi di kota suci Qom dengan Ayatullah Ruhollah Khomeini, yang memimpin Revolusi Iran Islam tahun 1979.
Di bawah pemerintah Shah Iran, Rafsanjani sempat dipenjara beberapa kali. Pada tahun terakhir perang dengan Irak yang berlangsung dari 1980 hingga 1988. Dia ditunjuk sebagai penjabat panglima angkatan bersenjata oleh Ayatullah Khomeini.
Rafsanjani juga dianggap berperan penting dalam pengembangan program nuklir Iran, yang menurut negara-negara Barat untuk senjata nuklir walau selalu dibantah pemerintah Teheran.
Ia dikenal sebagai tokoh ‘pilar revolusi Islam’ yang dibenci sejumlah kelompok garis keras. Beliau juga dikenal dengan kebijakan ekonominya yang pragmatis-liberalis, serta menjaga hubungan yang baik dengan ‘negara barat’.
Tahun 2005, dia mencalonkan diri lagi untuk menjadi presiden tahun 2005 namun kalah dari Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Dia kemudian menjadi salah seorang pengritik Presiden Ahmadinejad dengan menyerukan pembebasan tahanan politik serta kebebasan politik yang lebih besar bagi partai-partai politik yang mematuhi konstitusi. (bbc/A11)