“Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah”. – Soe Hok Gie
Pinterpolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]emilu atau pesta demokrasi seharusnya membawa suka cita ya gengs, bukan sebaliknya malah membawa duka cita. Duka ini tidak hanya karena kompleksitas permasalahan yang ada, tapi juga akibat korban jiwa sebanyak 554 anak bangsa telah dinyatakan gugur sepanjang gelaran Pemilu dan 3.788 lainnya masih terkapar karena sakit. Jumlah ini mengalahkan bencana tsunami di Selat Sunda Desember 2018 lalu loh.
Dengan korban jiwa sebanyak ini, tidak ada salahnya ya kalau Pemilu kali ini masuk dalam kategori bencana nasional gengs. Pasalnya, dengan kondisi yang sakit hingga tiga ribu orang lebih, itu menunjukkan bahwa terdapat besar kemungkinan akan ada yang meninggal dunia lagi.
Tidak seharusnya sih, pemerintah cuma turut menyatakan belasungkawa dan hanya memberikan bantuan materi. Karena memang uang dan materil tidak dapat mengganti nyawa yang telah melayang cuy.
Coba bayangin deh, bagaimana nasib keluarganya ketika sang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga harus meninggal karena Pemilu. Kalau diberi santunan sebesar Rp 36 juta, paling untuk tahlilan dan mencukupi kebutuan keluarga dalam waktu satu bulan saja.
Bahkan banyak masyarakat yang menyangka bahwa KPPS mati dibunuh atau diracun. Wihh, kok jadi ngeri ya. Iya lah, kan pemerintah tidak mempunyai data yang pasti dan tidak dapat memberikan penjelasan secara tepat. Share on XTerus nasib mereka selanjutnya bagaimana dong? Belum lagi yang lumpuh permanen akibat Pemilu. Mereka pasti tidak dapat bekerja lagi dan tentu juga membutuhkan pengobatan rutin. Kan kasihan ya gengs.
Melihat banyaknya korban jiwa dan besarnya potensi bertambah, tidak salah ya jika banyak pihak yang keberatan dan mengajukan protes ke penyelenggara Pemilu. Bahkan kalau bisa nih, memang harusnya dibuat penyelidikan tersendiri, dicari tahu sebenarnya petugas yang meninggal itu karena apa. Sehingga pemerintah mempunyai data akurat, dan ketika dimintai keterangan oleh publik, dapat memberikan jawaban konkret, bukannya asumsi. Benar gak gengs?
Akibat dari kematian masal ini gengs, Prabowo Subianto sebagai calon yang berkontestasi meminta agar korban yang meninggal divisum terlebih dahulu sebelum dimakamkan. Sehingga, dapat diketahui penyebab kematiannya.
Bahkan banyak masyarakat yang menyangka bahwa mereka mati dibunuh atau diracun. Wihh, kok jadi ngeri ya. Iya lah, kan pemerintah tidak mempunyai data yang pasti dan tidak dapat memberikan penjelasan secara tepat.
Melihat kondisi seperti ini, memang sudah seharusnya ya gengs pemerintah melakukan penyelidikan. Jadi bisa tau, apa sih penyebab kematiannya. Dengan demikian ada kebijakan preventif untuk menekan angka kematian. Bahkan jika mampu nih, angka kematian tidak bertambah dari yang sebelumnya ya cuy. (F46)