HomeCelotehPoros Kerja Mahapatih Tjahjo

Poros Kerja Mahapatih Tjahjo

“Gak adil kamu bilang? Rangga, yang kamu lakukan ke saya itu… JAHAT!” – Cinta, dalam ‘Ada Apa Dengan Cinta’


PinterPolitik.com

[dropcap]K[/dropcap]alau Abdul nggak salah ingat, guru mata pelajaran Sejarah waktu SMA, Pak Dirman, pernah menyebut bahwa salah satu – kalau bukan satu-satunya – Mahapatih atau gelar ‘Menteri Besar’ yang pernah ada di bumi nusantara adalah milik Gadjah Mada.

Mungkin itu kali ya yang bikin wilayah kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta jadi luas banget, eh!

Ternyata eh ternyata, kini gelar Mahapatih sepertinya ada lagi nih di pemerintahan zaman now. Gelar itu mungkin bisa disematkan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.

Ya bagaimana tidak, wewenang Tjahjo sebagai Mendagri nyatanya seringkali bisa “jalan sendiri”, bertolak belakang dengan Hayam Wuruk – eh maksudnya Presiden Jokowi.

Abdul ingat bagaimana Mahapatih Tjahjo “dengan segera” melantik Djarot Saiful Hidayat sebagai Gubernur DKI Jakarta beberapa jam setelah Basuki Tjahaja Purnama atau Pak Ahok dinyatakan bersalah oleh Pengadilan dalam kasus penodaan agama. Padahal, sesuai aturan, kan harus ada persetujuan presiden dulu.

Keberadaan Mahapatih Tjahjo memang membuktikan kuasa PDIP di kabinet Jokowi. Memang ada putri mahkota PDIP, Puan Maharani juga di kabinet sebagai salah satu Menteri Koordinator.

Tapi, posisi Tjahjo sangat vital karena kekuasaan Mendagri berhubungan dengan kekuasaan di daerah-daerah. Maka, jangan heran jika kini banyak Jenderal Polisi yang bisa melenggang menjadi Penjabat Kepala Daerah.

Jadi, maksud kau, penunjukan jenderal polisi ini kepentingan PDIP, begitu kah?

Husss. Maksudnya, kewenangan itu adalah kuasa Tjahjo. Persoalan ada tidaknya kepentingan PDIP ya kita nggak tau juga ya. Kalau dilihat dari reaksi oposisi pemerintah, bisa jadi memang demikian.

Baca juga :  Gaining Weight yet, Mr. President?

Nah, seperti Gadjah Mada yang ingin menjadikan Majapahit sebagai poros maritim, Tjahjo juga ternyata ingin menciptakan poros. Tapi bukan poros maritim yang selalu digembar-gemborkan oleh Jokowi. Tjahjo memperkenalkan apa yang disebutnya poros kerja dan poros bicara. Jreng jreng!

Lha, ini gimana maksudnya? Mendiskreditkan oposisi yang sering mengritik kah maksudnya, Dul?

Bisa jadi. Apalagi, ungkapan “jangan hanya bicara” seringkali terdengar bernuansa negatif. Jadi, Mahapatih Tjahjo ingin menegaskan kepada masyarakat, bahwa nyinyiran oposisi ya lebih banyak negatifnya.

Nggak adil dong. Mencederai demokrasi namanya. Masa pemerintah jadi anti kritik karena “bicara” adalah hal yang negatif dibandingkan “kerja”?

Ya, bisa jadi demikian. Namanya politik, saling serang macam ini kayaknya biasa lah. Kecuali kalau oposisinya baperan dan bilang: “Mahapatih, yang kamu lakukan itu… JAHAT!”

Setidaknya situasi politik nasional kita tidak se-lebay ‘Ada Apa Dengan Tjahjo’ – eh maksudnya Cinta. Karena seperti kata Machiavelli: “Politics have no relation to moral”.

Oligarki. Syalala. (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.