HomeTerkiniPolitik Uang Dalam Impor Daging Sapi

Politik Uang Dalam Impor Daging Sapi

Kecil Besar

Dipanggilnya Basuki Hariman yang diduga memberi suap pada Patrialis Akbar, ternyata bukan yang pertama kalinya. Kasusnya pun tetap sama, yaitu pemberian suap terkait impor daging sapi. Bila ditarik ke belakang, Patrialis pun bukan satu-satunya yang tersandung kasus ini, ada beberapa nama lainnya yang pernah terjerat dalam kasus yang sama. Mengapa bisa terjadi berulang kali?


pinterpolitik.comRabu, 1 Februari 2017

JAKARTA – Pemanggilan Basuki Hariman ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (27/1) bukanlah yang pertama kalinya. Importir daging pemilik CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama ini, ditangkap KPK atas dugaan pemberian suap sebesar Rp. 2, 15 miliar kepada Patrialis Akbar. Namun sebelumnya, ia juga pernah menjadi tersangka pada kasus penyuapan yang menjerat Lutfi Hasan Ishaaq di tahun 2013.

Kasus impor daging sapi sepertinya menjadi salah satu “jebakan” KPK untuk menjerat para pejabat negara yang nakal. Tapi sebenarnya apa yang membuat impor daging sapi ini menjadi lahan basah bagi para koruptor untuk mendapatkan suap?

Kemungkinan besar semua berawal dari pembukaan keran impor daging sapi secara besar-besaran dari Presiden Joko Widodo. Pembukaan impor daging hingga 27.400 ton ini menjadi peluang besar bagi para importir daging sapi untuk meraup keuntungan.

Perlu diketahui, sistem impor daging sapi di Indonesia masih menggunakan sistem kuota dan penjatahan yang kesemuanya ditetapkan oleh pemerintah. Banyak yang beranggapan bahwa sistem ini sangat tidak efisien karena menyebabkan distorsi pasar dan oligopoli yang efeknya dapat menyuburkan penyuapan.

Pembukaan kuota yang besar ini sendiri, ternyata belum tentu menguntungkan pengimportir, karena seperti pengakuan Basuki, kepentingannya dengan Patrialis Akbar adalah terkait uji materi Undang-undang No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Baca juga :  Saga Para Business-Statesman

Akibat adanya UU tersebut, saat ini Indonesia diperbolehkan mengimpor daging dari negara di luar zona negara yang bebas penyakit mata dan kuku (zone based). Basuki mencoba mengembalikan regulasi impor sapi dan daging ke prinsip sebelumnya, yaitu dari negara-negara yang terhindar dari segala penyakit (country based).

“Kebijakan country based membuat Indonesia hanya dapat melakukan impor sapi dan daging sapi dari negara yang telah memenuhi persyaratan kesehatan seperti bebas penyakit mulut dan kuku,” jelas importir pemegang lisensi Australia, New Zealand, dan Amerika Serikat. Saat ini, sapi dan daging dari tiga negara tersebut ‘tidak terpakai’ karena pemerintah lebih suka mengimpor daging dari India. (Berbagai sumber/R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo’s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas “Gabut Berhadiah”?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai “gabut”, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG “kabur” dari investasinya di Indonesia karena masalah “lingkungan investasi”.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS “Gigi Mundur” Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog – atau bahasa kekiniannya eksplainer – membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten “bonus demografi” Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

Korban Melebihi Populasi Yogya, Rusia Bertahan? 

Perang di Ukraina membuat Rusia kehilangan banyak sumber dayanya, menariknya, mereka masih bisa produksi kekuatan militer yang relatif bisa dibilang setimpal dengan sebelum perang terjadi. Mengapa demikian? 

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...