Site icon PinterPolitik.com

Politik Tanpa Romantisme Figur

Politik Tanpa Romantisme Figur

Foto: Istimewa

KPU mengeluarkan aturan yang melarang peserta kampanye menggunakan gambar figur yang bukan pengurus Parpol. Wew, romantisme masa lalu diberangus?


PinterPolitik.com

“Tidak ada tokoh-tokoh besar yang dilahirkan terlalu cepat atau terlampau terlambat.” ~ Norman Douglas

[dropcap]S[/dropcap]etiap tokoh berjaya pada zamannya, karena ketika zaman berganti, maka belum tentu tokoh itu akan dielu-elukan kembali. Namun ada juga tokoh-tokoh besar yang harumnya akan bersemayam sepanjang zaman. Para tokoh ini tentu juga punya pengagum dan pengikutnya sendiri-sendiri.

Walau jasadnya sudah tak ada lagi di bumi ini, namun nama sang tokoh dan legenda akan dirinya membawa romantisme sendiri bagi masyarakat. Bekal kejayaan dan kesuksesan masa lalu ini, kerap menjadi salah satu andalan bagi para kandidat pejabat daerah untuk meraup suara pemilih.

Tengok saja calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, Gus Ipul dan Puti Guntur Soekarno. Sejak pendeklarasianpun, keduanya sudah mendengungkan romantisme masa lalu yang dimiliki keluarganya. Sebagaimana kita tau, Gus Ipul merupakan cicit dari pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari. Sementara Puti merupakan cucu Bung Karno.

Selain itu, disinyalir kekuatan romantisme masa lalu juga akan digunakan oleh beberapa partai lainnya, misalnya saja Partai Berkarya milik Tommy Soeharto yang kemungkinan akan “berjualan” romantisme bapaknya, Soeharto, di masa orde baru. Indikasi ini sudah mulai terlihat melalui jargon “penak zamanku tho?”

Di duga, pada Pemilu Serentak 2018 maupun 2019 mendatang, figur masa lalu ini akan marak “dijual” oleh para kandidat maupun partai politik. Karena itulah, KPU pun mengeluarkan larangan untuk menggunakan gambar figur terkenal sebagai bahan kampanye para kandidat nanti. Waduuuh, apes dong ya.

Tapi kalau dipikir-pikir, emangnya kenapa sih harus menggunakan figur tokoh masa lalu? Emangnya enggak pede ya untuk “menjual” ketokohan diri sendiri? Kalau dirinya sendiri aja enggak pede, ya gimana mau dipercaya ama masyarakat? Kalau terpilih hanya karena nama bapaknya, kakeknya, atau buyutnya, padahal dirinya loyo, ya menipu dong namanya. O oow, jadi kebijakan KPU ini ada bagusnya juga ya. (R24)

Exit mobile version