Dokumen SFO menyebutkan seorang direktur perusahaan, yang disebut sebagai Perantara 7, memberitahukan Rolls-Royce bahwa mereka harus melakukan tender terbuka karena situasi baru PLN terkait dengan ‘pengawasan terhadap korupsi’ di perusahaan itu.
pinterpolitik.com – Senin. 23 Januari 2017.
JAKARTA – Satu kena, yang lain siap menyusul. Demikianlah gambaran kasus suap yang menimpa mantan Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar. Skandal Rolls-Royce tak hanya diduga melibatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, namun juga melibatkan PT PLN (Persero) melalui proyek Pembangkit Listrik Tanjung Batu, Kalimantan Timur yang dibangun pada 1990-an.
Setelah menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Emirsyah Satar dan Sutikno Soedarjo, pemilik MRA Group, sebagai tersangka kasus suap dalam pembelian mesin pesawat untuk maskapai itu dari Rolls Royce, belakangan, muncul dokumen fakta yang diterbitkan Serious Fraud Office (SFO) atau KPK-nya Inggris, menyebut praktik suap oleh Rolls Royce terjadi pada 2011 hingga 2013 dan melibatkan PLN di situ. Hal ini berkaitan dengan Long Term Service Agreement (LTSA) antara perusahaan asal Inggris tersebut dengan BUMN listrik milik negara ini.
Suap ini berkaitan dengan Pembangkit Listrik Tanjung Batu yang memiliki dua basis energi yakni gas dan uap. Penghasil listrik itu berada di Kabupaten Tenggarong, Kalimantan Timur dengan kapasitas sekitar 50-60 MW. Dokumen itu menyebutkan, kongkalikong itu bermula dari penjualan dua paket generator untuk PLN yang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tanjung Batu, Samarinda, Kalimantan Timur pada 1990-an. Pada 2000, Rolls-Royce memperoleh kontrak pemeliharaan proyek itu selama 7 tahun.
Sesaat kontrak hampir berakhir, PT PLN membuka tender pada 2006, terkait dengan proyek pemeliharaan pembangkit listrik tersebut. Pada periode itu, PLN dipimpin oleh Eddie Widiono yang menjadi direktur utama periode 2001-2008.
Dokumen SFO menyebutkan seorang direktur perusahaan, yang disebut sebagai Perantara 7, memberitahukan Rolls-Royce bahwa mereka harus melakukan tender terbuka karena situasi baru PLN terkait dengan ‘pengawasan terhadap korupsi’ di perusahaan itu.
Selain itu, dia juga menjanjikan akan bertemu ‘orang yang bertanggung jawab’ di PLN saat itu, agar tender dapat menguntungkan Rolls-Royce. Peserta tender sendiri adalah Rolls-Wood Group, perusahaan gabungan dari Rolls-Royce dan Wood Group, serta satu perusahaan asal Indonesia.
“Saya akan atur strategi agar RR memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan kompetitor,” demikian pernyataan direktur tersebut.
Mengingat situasi ‘pengawasan terhadap korupsi’ di PLN, Rolls-Royce pun mulai mengatur langkah-langkah tertentu. Perwakilan perusahaan itu bertemu dengan seorang direktur PLN—tanpa menyebut detil siapa—bersama dengan Perantara 7. Perwakilan perusahaan itu juga bertemu dengan petinggi perusahaan Indonesia, yang menjadi kompetitor dalam tender tersebut.
Dugaan keterlibatan PLN ini masih perlu didalami lagi. Ketika diminta tanggapan mengenai dugaan keterlibatan PLN, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan mendalami informasi lain berkaitan dengan Rolls-Royce. Dia menuturkan pihaknya mendapatkan cukup banyak informasi dari SFO maupun CPIB dari Singapura.
“Informasi lain juga akan kami ditelusuri, namun saat ini KPK masih fokus pada data dan bukti yang berkaitan dengan indikasi suap oleh tersangka (Emirsyah dan Soetikno),” kata Febri, kemarin.
Jika benar PLN juga terlibat dalam kasus ini, maka dipastikan ada satu lagi BUMN yang terjerat skandal suap. Hal ini tentunya menjadi catatan merah pengelolaan BUMN di Indonesia. Pemerintah perlu menetapkan langkah untuk membersihkan semua BUMN dari praktik suap dan korupsi.
Memang akan memakan waktu untuk membersihkan BUMN dari praktik suap dan korupsi, namun jika pemerintah berkomitmen menciptakan perusahan negara yang bebas dari penyimpangan anggaran dan praktik korupsi, maka hal ini harus digalakkan sejak saat ini. Menarik untuk menunggu siapa lagi yang akan ‘diseret’ KPK ke meja hijau terkait kasus ini. Mari kita tunggu. (CNN/S13)