“Harta yang paling berharga adalah keluarga… Istana yang paling indah adalah keluarga… Puisi yang paling bermakna adalah keluarga…Mutiara tiada tara adalah keluarga…” ~Keluarga Cemara
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]elalu ada kisah-kisah menarik dari Fahri Hamzah soal PKS yang asyik buat dikulik. Kalo dipikir-pikir si Bapak peduli banget sama partai satu ini. Benci tapi cinta, ya? Cieee..cieee…
Hm, kali ini celetukan apa lagi yang dilontarkan politisi yang baru aja putus cinta dari PKS ini? Jeng…jeng…
Kalian masih ingat dengan pemberitaan soal kebijakan penandatangan surat kesiapan pengunduran diri tanpa tanggal bagi kader PKS yang maju ke Pileg 2019 nggak sih gengss? Sepertinya PKS mulai merasakan dampaknya, deh. Apa itu? Ya, kehilangan kader tercinta pastinyaaaa…
Maksud hati ingin mendapatkan kader terbaik, eh malah ditinggalkan. Apa jangan-jangan kader PKS ternyata bukan kader yang baik? Oh belum tentu!
Yaa, seperti yang pernah eike bilang, peraturan soal surat kesiapan pengunduran diri itu emang aneh banget. Hal tersebut juga sempet menjadi kontroversi, karena terlihat banget nggak demokratisnya, sangat mencoreng nama baik PKS yang katanya partai kader. Oligarki abisss!!! Duhhh…
Setelah kehilangan banyak anak ayam, PKS dipaksa harus memutar otak agar bisa memenuhi kuota pencalegan di setiap daerah pemilihan (dapil). Kalian tahu nggak apa yang mereka lakukan?
Ngajakin artis tanah air jadi kader? Bukan!
Mendengar dari cerita Fahri, banyak pengurus PKS yang memasukkan nama suami, istri, hingga anak-anak dari kader PKS demi memenuhi kuota pencalegan, contohnya saja pasangan suami istri Ahmad Heryawan (Aher) dan Netty Prasetiyani.
Hmm, nganu, berarti wacana Aher nyapres sudah terkubur dong ya? Lha wong partainya aja kehabisan kader buat nyaleg kok. Wadidaww, kadang politik itu memang suka gurih-gurih menyakitkan ya. Emmm…
Kalau begitu, mari kita telaah perkataan dari Ahmad Jilul Qurani Farid soal masalah kaderisasi di PKS ini. Menurutnya, oligarki seperti ini tumbuh karena sistem kaderisasi mereka sendiri yang sarat akan nilai senioritas.
Menurut Farid, jenjang kaderisasi yang ada pad akhirnya melahirkan praktik oligarki dalam tubuh PKS. Mustahil seorang kader di level lebih bawah mampu menggeser kader lebih tinggi. Bahkan semakin tinggi jenjang kaderisasi seorang anggota, semakin luas pula kekuasaannya: ia bisa mengatur kader di bawahnya.
Hoo seperti ituhh… (E36)