“Wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tahu nyanyian lagu setuju.” ~ Iwan Fals, ‘Surat Untuk Wakil Rakyat’
PinterPolitik.com
[dropcap]T[/dropcap]ahun ajaran baru yang penuh dengan berkah…
Guru : Anak-anak semuanya duduk yang manis.
Murid : Iya Ibu Guru.
Guru : Siapa di antara kalian yang mau jadi ketua kelas? Angkat tangannya.
Murid-murid pun terdiam dan tidak satu pun yang mengangkat tangan.
Guru : Baik, kalau gitu pilih teman kalian yang pantas jadi ketua kelas ya. Shoibun siapa yang menurut kamu layak jadi ketua kelas?
Shoibun : Hmmm, kalau aku bu lebih setuju sama Pahri Ajah, karna dia yang paling banyak bicara dan sok tahu.
Guru : Baik, anak-anak apa kalian setuju dengan usulan Shoibun?
Murid: Sepakat Ibu Guru….
Setelah terpilihnya Pahri Ajah menjadi ketua kelas, empat bulan kemudian terbukti ternyata Pahri seringkali membuat keributan, dan mengangu suasana kelas. Sebab itu, Shoibun meminta kepada Ibu Guru untuk menurunkan Pahri sebagai ketua kelas, dan digantikan dengan kawan yang lainnya.
Shoibun : Ibu Guru, Pahri itu anaknya berisik sekali, sangat mengganggu suasana kelas, ganti saja bu dia sama Abdul Khasos, dia lebih pendiam dan juga nurut lagi.
Dua hari kemudia setelah aduan itu, Ibu Guru memangil Pahri ke depan kelas.
Ibu Guru : Pahri sini kamu, ayo ke depan kelas.
Pahri Ajah : Iya Ibu Guru.
Ibu Guru : Pahri, mulai hari ini kamu sudah bukan lagi ketua kelas, dan kamu dikeluarkan dari kelas ini. Besok kamu pindah ke kelas sore ya.
Pahri Ajah : Ihh, kok Ibu Guru jahat? Aku kan baik, cuman berisik aja bu.
Ibu Guru : Teman-teman yang mengusulkan kamu itu sekarang bilang kalo kamu sangat mengganggu, jadi ibu terpaksa lakukan ini.
Pahri Ajah : Ah ibu, seperti pemimpin diktaktor! KZL aku, KZL……
***
Demokrasi Indonesia bukanlah seperti demokrasiyang ada di bangku sekolah, yang seenaknya menaikkan dan menurunkan perwakilannya.
Tak elok rasanya partai politik memaksa kadernya yang sudah menjadi anggota DPR untuk mundur hanya dengan alasan: “Kader kami sudah tidak sejalan lagi dengan haluan partai, maka dia kami pecat dan kami minta untuk mundur dari parlemen.”
Apa mereka lupa? Anggota DPR itu dipilih oleh rakyat, bukan dipilih oleh partai politik yang terus treng–terenteng jadi deh anggota dewan. Masa bisa begitu? Hahaha.
Nah yang perlu diperhatikan lagi anggota, dewan juga harus sunguh-sunguh memperjuangkan hak rakyat, bukan ikut ngecak proyek atau mejeng nama aja biar terlihat keren.
Faktanya, sebagian masyarakat Indonesia sangat meragukan kinerja dari anggota dewan saat ini. Rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga itu sangatlah minim.
Menurut beberapa survei, partai politik pun tak beda jauhnya seperti beberapa uraian di atas, malah partai politik lah yang banyak mencetak koruptor di negeri ini, terlebih setelah “surat diktaktor” itu beredar di masyarakat. Apa kata dunia? Hehehe.
Kami mau diwakili oleh orang yang tulus bekerja untuk rakyat, bukan tulus bekerja untuk balikin modal. Upps maaf keceplosan, besok kita ikut donasi deh untuk dana kampanye.
Dasar Bowo Apenlibeh hehehe.
Ini ada kata-kata yang bisa membangkitkan semangat rakyat dari Wiji Thukul, buat kalian : “Bila rakyat berani mengeluh, itu artinya sudah gawat, dan bila omongan penguasa tidak boleh di bantah, kebenaran pasti terancam.” (G35)