“Mengapa Partai Keadilan Sejahtera tidak bereaksi (terhadap terorisme)? Bahkan tidak sedikit kader mereka di medsos menyampaikan bahwa aksi terorisme adalah merupakan rekayasa pemerintah,” ~ Koordinator Fokas, Amin Mawalat.
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]asti kalian udah sering ya guys liat simpatisan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berdemo untuk mendukung tegaknya hak warga Palestina atas serangan teror yang dilakukan tentara Israel. Saking akrabnya, pasti kita sudah terbiasa melihat bendera Palestina hilir mudik menghiasi panji-panji simpatisan PKS saat berdemo.
Tapi pertanyaannya, apa kalian pernah liat simpatisan PKS berdemo saat bangsa Indonesia diterpa teror bom? Eike kok liatnya jarang ya, apa jangan-jangan memang gak pernah! Parah bet kalau emang gak pernah. Mentok-mentok paling pernyataan petinggi PKS aja yang mengutuk keras teror bom di Surabaya.
Udah, cuma itu aja? Unfaedah banget sih cuma sebatas pernyataan di bibir. Mana gerakan ribuan massa yang biasa dikerahkan saat melakukan demo untuk rakyat Palestina? Apa hak masyarakat Indonesia gak kalah penting bagi PKS untuk dibela? Masa cuma ada aksi bela Al-Aqsa. Aksi bela rakyat Surabaya mana?
Belakangan para petinggi PKS, Sohibul Iman dan Mardani Ali Sera malah merespon insiden teror bom di Surabaya dengan melontarkan pernyataan yang mengesankan peristiwa bom di Surabaya bepotensi dipolitisasi untuk menjelekkan umat Islam. Bahkan diduga ada upaya mengadu domba sesama umat beragama.
Dan gegara pernyataan petinggi PKS ini membuat massa Forum Komunikasi Aktivis (FOKAS) menggeruduk Kantor DPP PKS Senin lalu. Pasalnya FOKAS beranggapan kalau pernyataan kedua petinggi PKS ini bermakna menganggap peristiwa aksi teror di Surabaya adalah rekayasa. Nah kan ada yang KZL, eike bilang juga apa!
Kalau memang pernyataannya itu tulus mengutuk aksi teror, ya gak perlu ada keterangan tambahan yang justru mempolitisir. Itu mah sama aja mendukung setengah-setengah terhadap upaya pemerintah dalam menangani kasus terorisme. Terlebih keduanya tetap menyimpan keraguan akan kemungkinan aksi teror yang hanya rekayasa.
Menjadi petinggi Partai berbasis Islam bukan lantas menjadikan mereka bijak dalam memberikan opini. Khususnya jika pelaku teror bom berasal dari agama Islam itu sendiri. Jadi terkadang opini yang dibangun bersifat defensif dan menuding sebaliknya dengan memberikan keraguan. Ya jangan sampai mereka ini serupa dengan apa yang dikatakan filsuf Jonathan Swift (1667-1745): “The latter part of a wise person’s life is occupied with curing the follies, prejudices and false opinions they contracted earlier.” (K16)