“Panglima TNI pasti berpolitik. Politiknya adalah politik negara bukan politik praktis,” Jenderal Gatot Nurmantyo.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]P[/dropcap]enuh jejal spekulasi. Banyak yang menuding. Potret ini yang kian dilekatkan pada Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo. Desas – desus kian deras disasarkan pada Gatot yang diindikasikan ikut ambil bagian dalam konstelasi politik nasional.
Bila disesuaikan dengan perannya, TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Hanya melaksanakan ya tidak membuat gaduh dan bermain-main dalam fragmen drama politik praktis. (Baca juga: Gatot Berpolemik atau Berpolitik?)
Sebelumnya, ‘Mama’ kan udah pernah bilang kalau TNI hanya diperbolehkan mengetahui politik saja sedangkan kalau terjun dalam politik praktis itu ga boleh bahkan terlarang. Itu petuah dari mama lho jadi harus diingat ya hehe
Sementara itu, seolah menepis stigma publik, dalam perayaan Hari Ulang Tahun TNI ke 72, Jenderal Gatot mengemukakan bahwa dirinya sebagai Panglima TNI berpolitik tapi yang dilakukan ialah politik negara bukan politik praktis.
Namun, pertanyaannya mengapa untaian kata itu sampai bisa terlontar pada momentum penting yang dihadiri para petinggi negeri. Kemungkinannya antara mengamini adanya TNI yang melakukan indikasi politik praktis atau mengklarifikasi isu kepada masyarakat?
Mengingat, nama Gatot digadang-gadang melenggang di Pilpres 2019.
Tentu bukan tanpa sebuah alasan, tapi setidaknya ada hal yang melatarbelakangi pernyataannya tersebut. Seperti adanya indikasi keterlibatan Jenderal Gatot terkait politik praktis dirangkum oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Dimulai dari keinginan Gatot memulihkan kembali hak politik prajurit TNI, terjunnya Panglima TNI dalam aksi 212 akhir tahun 2016 dan kisruhnya dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Tak berhenti disitu, Mei 2017, Panglima Gatot berseteru dengan Polri dengan menolak penyelidikan Mabes Polri atas tuduhan makar untuk berbagai gelombang demonstrasi kelompok Islam dan hadirnya figur Gatot yang membacakan puisi di Rapat Partai Golkar.
Juni 2017, Panglima Gatot memimpin ibadah tarawih berjamaah di bawah guyuran hujan sebagai bagian dari ‘Silaturahmi Safari Ramadhan 2017’ bersama dengan ribuan santri dan ulama.
Selain itu, Panglima menginstruksikan jajaran internalnya untuk nonton bareng film G30S/PKI yang ternyata mengajak warga sipil di sekitar markas TNI.
Tantangan yang perlu dihadapi TNI ialah bagaimana mempertahankan posisinya sebagai institusi pemegang kuasa pertahanan dan kedaulatan NKRI. (Baca juga: Gatot dan Polemik Hak Politik Militer)
Terlebih, mengenang lebih dari 20 tahun pencabutan Dwi Fungsi ABRI yang diharapkan bahwa TNI menjadi organisasi pertahanan profesional, tidak bermain politik, mampu mempertanggungjawabkan perilaku dan praktik militeristik.
Sebagai epilog sederhana, terbitlah adagium dalam dunia politik yang berbunyi “tidak ada kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi”.
(Z19)