HomeDuniaPerdamaian Batal, Duterte Perangi Komunis

Perdamaian Batal, Duterte Perangi Komunis

Kecil Besar

Di awal pemerintahannya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte sempat membebaskan para gerilyawan komunis dan menandatangani kesepakatan damai. Kini kesepakatan damai tersebut ia batalkan, dan presiden yang terkenal dengan keberaniannya menghancurkan kartel Narkoba ini malah menyerukan perang melawan komunis.


pinterpolitik.com

FILIPINA  Pernyataan perang Presiden Filipina, Rodrigo Duterte ini, ditujukan pada Tentara Rakyat Baru (NPA), yaitu sayap militer gerilya organisasi yang mengusung filosofi Marxisme-Leninisme dan dikenal sebagai Partai Komunis Filipina. Secara finansial, NPA diduga mendapat bantuan dari luar negeri. Namun belakangan, mereka terpaksa mengandalkan dukungan dana dari sumber-sumber lokal.

Gerilyawan komunis ini telah melawan pemerintahan Filipina sejak akhir tahun 1960-an. Bahkan Presiden Filipina sebelumnya, Ferdinand Marcos, pernah memberlakukan darurat militer sampai tahun 2002. Korban kerusuhan yang diciptakan gerilyawan ini dari tahun 1969 dan 2008, tercatat telah menewaskan lebih dari 43.000 orang.

Terpilihnya Duterte sebagai Presiden, menumbuhkan harapan baru bagi rakyat Filipina dalam upaya memberantas jaringan organisasi ini, sebab aksi mereka sangat menghambat perkembangan di bagian tengah Filipina.

Duterte sendiri pernah mengajak pimpinan pemberontak melakukan kesepakatan damai di Italia. Namun perjanjian damai ini dibatalkan secara sepihak oleh Duterte, karena menganggap tuntutan para pemberontak terlalu berlebihan. Mereka meminta pemerintah untuk membebaskan 400 orang pemberontak yang ditawan, termasuk pembunuh tentara Amerika Serikat berpangkat kolonel di tahun 1989.

”Tampaknya teroris ini ingin perang selama 50 tahun lagi, membunuh warga Filipina. Saya tidak ingin pertempuran berdarah, tetapi jika memutuskan seperti itu, baiklah,” ujar Duterte, Senin (6/2).

Kisruh masalah komunis tidak hanya terjadi di Filipina, hal serupa juga terjadi di Indonesia. Namun bedanya, jika di Filipina terdapat aktivitas nyata para pemberontak komunis. Di Indonesia, masalah komunis masih berupa tuduhan tanpa bukti. Ketakutan atas bangkitnya komunis di Indonesia masih berupa wacana dan memanaskan suhu Pilkada Serentak yang banyak menggunakan isu SARA di dalamnya. (Berbagai sumber/A15)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Return of the Wolf Warrior?

Retorika internasional Tiongkok belakangan mulai menunjukkan perubahan. Kira-kira apa esensi strategis di baliknya? 

Prabowo’s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas “Gabut Berhadiah”?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai “gabut”, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG “kabur” dari investasinya di Indonesia karena masalah “lingkungan investasi”.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS “Gigi Mundur” Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog – atau bahasa kekiniannya eksplainer – membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten “bonus demografi” Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...