“(Libur panjang) ini bertentangan dengan revolusi mental. Bertolak belakang juga dengan slogan ‘Kerja, Kerja, Kerja’. Kecuali kalau slogan itu dibuat hanya untuk mengelabui (rakyat).” ~ Rachmawati Soekarnoputri
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]uan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), sudah membacakan secara resmi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang cuti bersama Lebaran 2018.
Dari putusan itu, total cuti bersama selama 10 hari terhitung mulai tanggal 11 sampai 20 Juni 2018. Ehmm, lama juga ya.
Kayaknya ini jadi program populisme Jokowi yang menyasar para pekerja bukan sih? Entahlah, cuma bicara spekulasi aja sih, weleeeh weleeeh.
Atau apakah mungkin, hal ini yang menjadi jawaban dari jeritan buruh saat May Day 2018 kemarin? Lumayan lah, beban dan waktu yang menguras para pekerja itu bisa diobati dengan cuti bersama selama 10 hari.
Sudah pasti para pekerja senang sekali mendapatkan cuti bersama, ehmm, jadi sangat panjang sekali liburnya, uhuuyy.
Tapi kalau kembali dibahas, kebijakan ini dinilai sebagai program populisme penguasa, ehmmm, kayaknya sangat mungkin juga.
Apalagi kalau kata Rachmawati Soekarnoputri, keputusan ini sangat bertabrakan dengan khittah perjuangan Jokowi – JK yang ingin kerja, kerja dan kerja.
Kalau begini caranya jadi libur, libur dan libur dong, weleeeh weleeeh. Itu sih kata Rachmawati Soekarnoputri yang tidak sepakat dengan kebijakan cuti bersama.
Tapi kalau kata Rachmawati sih, belum tentu kacamata Pemerintah menganggap cuti lebaran yang lama ini bertabrakan atau engga sama slogan kerja, kerja dan kerja.
Ya Rachmawati sih bilang, bisa aja engga bertabrakan kalau slogan kerja, kerja dan kerja itu cuma dijadiin alat untuk mengelabui rakyat, hadeuuh. Makanya kalau buat kebijakan itu dilihat, ada ga singgungan dengan hal lainnya, weleeeh weleeeh.
Kalau udah begini kan jadi pertanyaan besar, apakah revolusi mental dan slogan kerja, kerja, kerja itu masih laku dijual di Pilpres 2019? Ehmm.
Makanya kalau kata Maya Angelou, penyair Amerika Serikat mengatakan, tak mungkin ada konsistensi kalau tak ada keberanian untuk mempertahankannya.
Nah, penguasa kuat mempertahankan revolisi mental atau slogan kerja, kerja dan kerjanya ga? Kok rada sedikit ragu ya, weleeeh weleeeh. (Z19)