“Kau suka berbicara tentang keindahan. Di mana keindahan suatu kekejaman?” ~ Pramoedya Ananta Toer
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]emerintah Pusat tengah bergeliat untuk menggenjot pembangunan infrastruktur di Papua, untuk memberi kesan bahwa Presiden Jokowi ingin adanya pemerataan pembangunan di bawah pemerintahannya.
Sekarang, katanya, sudah ada akses transportasi yang bisa langsung mencapai wilayah pedalaman Papua. Apakah ini kemajuan? Ya, tapi bagaimana dengan hal lainnya?
PT Pertamina belum lama ini juga sudah menyamaratakan harga bahan bakar minyak (BBM) di Papua dengan harga BBM di wilayah lain. Wedeeeewwww, mantap betul kalau begitu, weleeeeh weleeeh. Lumayan bisa mengurangi biaya pengirimanlah ya, weleeeeh weleeeh.
Kinerja Presiden Jokowi dalam membangun Papua dari segi infrastruktur memang kian menggeliat. Namun apakah itu untuk mengisi popularitasnya semata aja atau gimana ya? Entahlah.
Tapi apa harapan pemenuhan kesejahteraan rakyat Papua itu sudah mencukup hanya dengan membuatkan infrastruktur dan menurunkan harga BBM? Ternyata tak cukup!
Buktinya, kasus gizi buruk masih bisa menerpa Papua dan seolah menepis semua kesan akan kemajuan yang dicapai dengan adanya infrastruktur. Bentuk perhatian yang digagas pemerintah pusat supaya dibilang peduli Papua.
Tapi bagaimana dengan pengelolaan pangan gizi masyarakat? Apakah Pemerintah Pusat, khususnya Pemerintahan Jokowi pernah menyentuh hal itu? Hmmm.
Jangan hanya jembatan, jalan, dan harga BBM saja dong yang dipikirkan. Bagaimana dengan manusianya? Gizinya? Ketahanan pangannya? Weleeeeh weleeeeh.
Bila ingin memberi perhatian khusus kepada Papua, jangan setengah-setengah dong, Pak. Percuma jalan mulus kalau gizi masyarakatnya tak terpenuhi.
Kini, Papua mengalami Kasus Luar Biasa (KLB) akibat gizi buruk. Bencana kemanusiaan ini tentu tak bisa ditunda lagi penyelesaiannya. Sebab itu pula, akhirnya Presiden Jokowi memanggil Gubernur dan Bupati setempat, hmmm, biasanya blusukan kok sekarang malah manggil ke Istana sih?
Kan Gubernur dan Bupati sibuk ngurusin warga terdampak gizi buruk, eh Presiden malah manggil ke Istana Bogor ggggrrrr. Kalau Presiden punya perhatian khusus, langsung datang dong ke Papua, weleeeeh weleeeeh.
Pada pertemuan itu, Presiden meminta warga yang terdampak gizi buruk untuk direlokasi ke tempat yang lebih dekat dengan pelayanan kesehatan. Tapi sayangnya, usulan Presiden itu ditolak mentah – mentah oleh Gubernur Papua dan Bupati Asmat.
Alasannya, Gubernur Papua dan Bupati Asmat menyatakan kalau warganya direlokasi maka akan ada perubahan budaya, adat istiadat, hak ulayat, dan bagaimana cara mereka menanam.
Selain itu, tak semudah itu juga dong memindahkan orang dari satu tempat ke tempat lain. Jadi sekarang, siap tidak Pemerintah Pusat memfasilitasi pemukiman dan kesehatan yang layak untuk seluruh wilayah Papua? (Z19)