Masa-masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta, merupakan masa yang paling panas. Masing-masing pasangan calon (paslon) berupaya mengerahkan kemampuannya untuk mendapatkan dukungan pemilih sebanyak-banyaknya.
pinterpolitik.com
DKI JAKARTA – Ada banyak cara yang digunakan oleh para paslon maupun tim suksesnya, dari menggunakan strategi jitu yang cerdas hingga upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menjatuhkan lawannya. Salah satunya dengan mengusung isu Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA), seperti yang digunakan untuk menjatuhkan paslon nomor dua, Ahok-Djarot.
Sayangnya, pemilih Jakarta kebanyakan adalah pemilih yang cerdas dan tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu tersebut. Sehingga mau tidak mau, para paslon ini pun semakin sibuk memutar otak untuk mendapatkan “titik lemah” lawan.
Saat isu SARA, isu korupsi, dan massa bayaran yang digulir tidak berhasil mengusik angka survei menjadi meningkat, maka para paslon inipun mulai menyebar mata-mata yang fungsinya untuk mengetahui – atau bahkan mencuri – langkah dan strategi yang akan digunakan lawan politiknya.
“Mereka berusaha mencari celah untuk bisa menyerang tim kami. Mereka mencari-cari tahu kepada warga setiap paslon yang kami dukung blusukan. Mereka ingin tahu, misalnya apakah warga mendapatkan uang atau barang-barang lain yang bisa masuk kategori pelanggaran,” kata seorang sumber, Senin (6/2).
Selain itu, para mata-mata ini juga bertugas untuk mencermati setiap perkataan paslon yang diawasi. Jika ada kata-kata yang salah, terutama yang terkait isu SARA, tim tersebut langsung menyebarkannya di media sosial. “Namun usahanya selalu gagal, karena kami memang tidak pernah bagi-bagi uang atau barang ke warga. Paslon kami juga selalu menjaga kata-kata,” pungkasnya. (Suara Pembaruan/R24)