“Mahasiswa, kalau mau mengetahui kondisi rakyat, kalian harus membaui mereka! Cek, apakah mereka pakai deodoran atau tidak!”
PinterPolitik.com
[dropcap]R[/dropcap]ame-ramenya kasus ‘kartu kuning dari kampus kuning’ memang bikin Abdul pusing. Habisnya, permintaan deodoran di warung istrinya jadi meningkat.
“Dul, deodoran ada? Beli selusin”, begitu kata Mak Ijah, perempuan 60 tahun di suatu siang.
“Gile, banyak amat belinya, Mak. Buat apaan?” Abdul bertanya terheran-heran pada tetangganya itu.
“Mak mau tampil wangi, nanti mau dicium sama mahasiswa-mahasiswa. Noh di tipi pada ngomongin mau cium-cium rakyat, membau-baui rakyat. Biar emak wangi kalau dicium,” jawabnya dengan mata genit.
Abdul terheran-heran, dan tanpa bertanya mengambil pesanan yang diminta Mak Ijah.
Bussett, ini orang-orang pada kenapa ya? Ampe segitunya beli wewangian. Tapi lumayan menguntungkan sih, barang jadi cepat laku.
Akibatnya, stok deodoran jadi cepet banget habis. Pagi tadi juga pada bejibun ibu-ibu pada beli deodoran.
Kenapa ya?
Abdul inget sih semalam ada acara yang ngundang mahasiswa, para ketua BEM atau apalah namanya itu. Lalu ada komentar dari politisi berkacamata yang kayaknya sih mengkritik para mahasiswa itu: “Mahasiswa harus membaui masyarakat, biar tau kondisinya!”
Hmm, mungkin itu yah yang bikin ibu-ibu di kampung jadi pada genit semua beli deodoran.
Tapi komentar itu rada nggak masuk akal juga sih. Masa harus nyium-nyium rakyat?
Abdul paham sih. Yang dimaksud abang-abang politisi itu adalah melihat kondisi masyarakat secara langsung.
Tapi, gimana ya bang, Abdul dulu aja kuliah 5 tahun udah dimarah-marahi.
“Kuliahmu udah 5 tahun. Bentar lagi 6 tahun. Masa otakmu sama kayak anak SD yang sekolahnya 6 tahun?” begitu teriakan ibu marah-marah karena skripsi Abdul yang nggak kelar-kelar.
Ini malah si abang-abang itu nyuruh harus membaui rakyat. Kapan mahasiswa belajarnya, bang?
Banyak tugas bang sekarang. Dosen-dosennya killer-killer semua. Udah untung pada mau berorganisasi bang. Kalau terjun lagi sampe ke Papua, kapan selesai kuliahnya bang?
Abang dulu mah nggak masalah kuliah 10 tahunan.
Kalau sekarang, 5 tahun kuliah udah ditanyain tetangga: “Kamu kapan kawin?”
Ettt dahh, nanyain skripsi aja bisa?
Makanya itu bang, kondisi sekarang udah beda sama zaman dulu. Lagian, kenapa sih nggak terima aja kritiknya? Toh bagus juga kan bang?
“Woi, Dul! Bengong aja lu! Beli deodoran 2 lusin!” suara cempreng Mak Siwi mengagetkan lamunan Abdul.
“Eh iya, Mak!”
Busset dah, ini permintaan deodoran lagi meningkat banget ya? Buat makan ya deodorannya? Emang tingkat permintaan deodoran menggambarkan kesejahteraan rakyat?
Mungkin sedang pada sejahtera semua, ya?
Di tempat lain, ada gosip kursi pimpinan parlemen mau ditambah dari partai merah.
Eh, bukannya si abang-abang kaca mata itu orang partai merah juga kan?
Makan, Bang!
(S13)