“Bantu viralkan agar 7 juta umat yang ikut aksi damai 212 ikut nonton film ini sehingga dapat menggeser film Dilan sebagai film terlaris,” penulis naskah film 212 The Power of Love, Helvy.
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]epertinya Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto sedang menikmati hari-harinya bernostalgia menonton film favoritnya: ‘212 The Power of Love’ di Epicentrum XXI, Jakarta, Selasa 8 Mei 2018. Saking hype-nya, Prabowo bahkan mewajibkan kader Gerindra untuk ikut menonton film ini. Ya katanya sih agar film ini laris manis, hingga memperoleh 7 juta penonton dan mengalahkan Dilan 1990.
Aya aya wae mah mereka ini. Gerakan 212 yang kita ketahui dulu kan murni gerakan agama. Tapi, belakangan gerakan ini baru terlihat wujudnya saat satu persatu politisi menumpang tenar dengan mendompleng embel-embel Persaudaraan Alumni (PA) 212. Gak ada umat yang ngeluh ni sekarang?
FYI aja nih ya, aksi 212 adalah aksi yang sangat penting bagi Prabowo. Bukan soal aksi membela agama Islam, tapi soal bagaiamana aksi 212 ini bisa memuluskan langkah Anies Baswedan yang didukung Prabowo memenangkan Pilkada DKI 2017. Tanpa isu penistaan agama, tanpa aksi 212, Anies diprediksi babak belur dan gagal nyagub.
Tapi ya sudah lah ya, udah berlalu. Kini nasi telah menjadi bubur tanpa micin di dalamnya. Gak dimakan, tapi perut lapar. Tapi kalau dimakan kok hambar ya. Begitu lah perasaan warga DKI Jakarta saat ini di bawah kepemimpinan Anies. Siapa tau jamaah alumni 212 mau menonton film ini sebagai pelipur lara.
Inget loh ya, kalau ente mau nonton ya harus langsung di teater bioskop. Jangan nunggu bajakannya keluar, auto dosa itu mah. Tapi by the way, anyway, busway, pengkultusan angka 212 sebagai angka keramat juga musyrik ah. Ok lah kalau gak mau dianggap musyrik, tapi kalau dibilang dipolitisiasi boleh dung!
Toh ngapain juga kan Politisi sekaliber Prabowo datang ikut nobar film ini. Emangnya dia gak punya kesibukan lain apa? Apa artinya Gerindra mendukung film ini? Eh, jangan-jangan memang benar menjadi sponsor ya? Bukan sponsor pembuatan filmnya loh ya. Tapi demo gerakan 212 tempo lalu, ups keceplosan.
Mungkin maksudnya film ini dijadikan sebagai pengokoh citra misi damai gerakan 212 yang terjadi Desember 2016 lalu. Apa iya bisa serta merta diklaim kayak gitu? Peristiwa Persekusi yang acap kali muncul semasa Pilkada DKI gak dianggap ada nih? Atau Persekusi itu dianggap wajar-wajar aja terjadi?
Coba deh kita renungkan kata-kata dari filsuf Jonathan Swift (1667-1745): ‘We have enough religion to make us hate, but not enough to make us love one another.’ (K16)