Kabarnya, pembicaraan Trump dan Nieto ‘konstruktif’. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan perbedaan dan setuju untuk tidak membicarakan masalah kontroversial ini di depan publik.
pinterpolitik.com – Kamis, 2 Februari 2017
JAKARTA – Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto adalah sosok pemimpin negara yang pertama berani menentang kebijakan Trump untuk membangun tembok perbatasan dalam upaya menahan imigran gelap dari Meksiko.
Menengok riwayat hidup Nieto, yang memimpin negara berpenduduk sekitar 116 juta, berwarna cukup gemilang sejak memenangkan pemilu pada 2012. Mengapa? Ia antara lain mampu membawa Meksiko sebagai negara nomor dua terbaik perekonomiannya di antara negara-negara di Amerika Latin.
Nieto, lulusan Universitas Panamericana (1989) dan Instituto Technolgico de Estudios Superiores (1991), mulai terjun ke politik pada 1984, bergabung dengan Partai Revolusioner Intitusional (PRI). Ia menjadi anggota DPR periode 2003-2004 dan secara mengejutkan memenangkan Pilpres Meksiko pada 1 Juli 2012.
Keinginan Trump untuk membangun tembok perbatasan AS – Meksiko sudah dikoarkan semasa kampanye pilpres. Lalu, pada pertemuan 28 Januari 2017, Trump dan Nieto membahas isu pembangunan tembok perbatasan sepanjang sekitar 2.000 mil itu.
Kabarnya, pembicaraan Trump dan Nieto ‘konstruktif’. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan perbedaan dan setuju untuk tidak membicarakan masalah kontroversial ini di depan publik.
Sebenarnya, Nieto pernah menjadwalkan kunjungan ke Washington, DC., pascainaugurasi Trump sebagai presiden AS. Namun, rencana itu dibatalkan lantaran hubungan kedua negara memanas terkait proyek tembok perbatasan.
Terkait dengan pembangunan proyek perbatasan ini, Trump berulangkali mengklaim bahwa yang akan membiayainya adalah Meksiko. Namun, Nieto menentangnya dan menyatakan, Meksiko tidak mau membiayainya. Bahkan, Nieto pernah mengatakan negaranya tidak akan tunduk kepada Trump.
Banyak pihak yang menyebutkan proyek tembok perbatasan merupakan “suatu kejahatan” untuk Meksiko. Kebijakan Trump ini dianggap mempersulit hubungan yang sudah tegang sejak kampanye pilpres Amerika.
Terkait dengan itu, banyak orang Meksiko mengatakan gerakan damai tidak lagi menjadi pilihan. Apalagi adanya pengiriman pasukan AS ke perbatasan, yang tentu saja menambah memanasnya hubungan kedua negara.
Masyarakat Meksiko merasa sejalan dan sejiwa dengan sikap nasionalisme dan revolusioner Nieto untuk menentang kebijakan Trump. Maka, suhu politik kedua negara tetap memanas. Akankah segera muncul cara untuk mengatasi perbedaan sikap kedua belah pihak, yang sulit menemukan titik temu?
Tentu yang diharapkan adalah perbedaan sikap kedua presiden tidak sampai ke pertentangan dan kemudian mengarah ke konflik peperangan. Diharapkan, tim eksekutif kedua belah pihak dapat menemukan jalan keluar pada satu titik temu, yang terbaik. (Dari berbagai sumber, G18)