Ramainya penolakan UU MD3 yang baru disahkan, membuat Mahkamah Kehormatan DPR jadi merasa harus mengklarifikasi maksud dari UU tersebut. MKD baper?
PinterPolitik.com
“It is better to risk saving a guilty man than to condemn an innocent one.” ~ Voltaire
[dropcap]K[/dropcap]ehormatan bagi sebagian orang adalah segala-galanya. Harta boleh enggak punya, wajah boleh jelek, tapi kehormatan harus tetap terjaga. Jadi jangan pernah mencolek kehormatan seseorang, bila memang ia tidak pantas untuk dicolek. Bagaimana kalau pantas dicolek? Ya jangan marah dong, kalau kehormatannya hilang.
Dilema punya jabatan jadi wakil rakyat yang seharusnya terhormat, tapi enggak dihormati sama sekali oleh masyarakat luas, sepertinya tengah menghinggapi para legislator di Senayan sana. Buktinya, mereka sampai bikin undang-undang yang pasalnya begitu membentengi diri dan memperlihatkan kalau mereka adalah orang-orang terhormat yang enggak boleh dikritik sembarang orang.
Permasalahannya yang di Senayan sana lupa, mereka itu orang-orang yang dipilih oleh rakyat. Kalau rakyatnya enggak mau diwakili mereka lagi gimana? Nah sekarang ada 40 ribu rakyat yang sudah membubuhkan tanda tangan mereka untuk melakukan petisi menolak UU MD3 – terutama 3 pasal benteng DPR tersebut. Masihkah para legislator itu punya malu untuk melawan rakyat yang sejatinya diwakili mereka?
1. Tiap orang yang dianggap “merendahkan DPR” dapat dipenjara.
2. Kalau dipanggil DPR, tidak datang bisa dipanggil paksa oleh polisi
3. Kalau anggota dewan mau diperiksa harus dapat persetujuan Majelis Kehormatan DPR #MD3 https://t.co/A9ti5EdqRZ pic.twitter.com/r2yPTEz3bI— Andreas Harsono (@andreasharsono) February 14, 2018
Akibat banyaknya kritikan dan sumpah serapah rakyat terhadap sikap tirani mereka, sampai-sampai Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) yang dikasih kewenangan untuk mencyduk rakyat yang mengkritik anggotanya, berupaya melakukan pembelaan. Menurut ketuanya, pasal itu sengaja dibuat untuk menjaga marwah DPR sebagai terhormat, sebab belakangan banyak kritik tak membangun yang mereka terima.
MKD juga mengaku kalau mereka enggak akan asal cyduk, terutama kalau kritiknya itu bersifat membangun. Hmmm, sekarang yang menetapkan kriteria kritik membangun dan tidak membangun itu siapa? MKD juga? Ya sama aja bohong, dong. Kalau memang mereka ogah dikritik, ya ngaku aja.
Seharusnya sih, MKD itu enggak usah baper. Lagian bikin UU yang menguntungkan diri sendiri aja. Kalau memang tingkah laku anggotanya terhormat semua, bener kerjanya, bener komentarnya, enggak korupsi bancakan, enggak suka suap-suapan, tentu rakyat akan menghormati mereka. Bahkan tanpa diminta! Sekarang salah siapa kalau rakyat makin mangkel? Makanya, inget apa kata Cak Lontong, MIKIR! (R24)