“(Perubahan pasal UU MD3) sudah diputuskan hukum, iya kita sebagai negara hukum, ikut dan taat apa yang telah diputuskan MK yang final dan mengikat,” ~ Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo.
PinterPolitik.com
[dropcap]G[/dropcap]uys ada kabar gembira nih. Tapi bukan kabar gembira karena kulit manggis kini ada ekstraknya loh ya. Kabar gembira itu datang dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), yang diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi.
Wuih, mantap jiwa. Eike jadi kepo nih, kira-kira apa aja ya perubahan UU MD3 usai dikabulkannya uji materi oleh MK? Informasi yang eike himpun dari pedagang asongan di sekitar gedung MK, katanya sih ada tiga hal utama perubahan dalam UU MD3. Mmm, lumayan lah, dari pada gak sama sekali, iya kan!
Abisnya nih ya, perumpamaan sebuah kastil, UU MD3 ini udah kayak tembok besar pelindung para anggota dewan yang terhormat. Jangankan mau mengkritisi mereka, semenjak UU ini berlaku, mencolek mereka aja udah terasa gak mungkin. Kayak gak kesentuh gitu. Alergi akut kali ya mereka sama rakyat!
Hadeuh, emangya rakyat itu apa sih, kok mereka jijay sama kita-kita ini? Untung aja MK mengabulkan sebagian uji materi UU ini ya. Hal yang dirubah MK salah satunya adalah ketentuan pasal 245 ayat (1) yang mengatur pemeriksaan anggota DPR harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelum mendapatkan izin tertulis dari Presiden.
MK menilai pemeriksaan anggota DPR cukup mendapatkan izin Presiden, tanpa harus melalui pertimbangan dari MKD. Kan rempong kalau harus izin segala ke MKD. Lah anggota MKD sendiri kan juga anggota DPR. Jadi pasti mereka saling support untuk saling melindungi kalau ada yang kena kasus.
Selain itu MK juga membatalkan kewenangan MKD untuk mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR. Dalam pertimbangannya, MK berpendapat, MKD bukanlah alat kelengkapan yang dimaksudkan sebagai tameng DPR untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai telah merendahkan martabat DPR atau anggota DPR.
Dan yang gak kalah penting, MK akhirnya membatalkan kewenangan DPR untuk bisa memanggil paksa seseorang. Dalam salah satu pasal UU MD3, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah. Dan parahnya nih ya, panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian.
Asemnya, dalam menjalankan panggilan paksa, kepolisian dapat menyandera loh setiap orang yang dipanggil DPR untuk paling lama 30 hari. Kok sekonyong-konyong ya DPR. Gak kebayang kalau UU MD3 berjalan dalam waktu yang cukup lama, beuh, ngeri-ngeri sedap tuh pastinya ya. Eike gak brani bayangin ah. (K16)