Site icon PinterPolitik.com

Misteri Sarung Tangan Sakti Prabowo

Misteri Sarung Tangan Sakti Prabowo

Prabowo menggunakan sarung tangan saat salaman dengan warga di Jambi (Foto: istimewa)

“Aku punya terlalu banyak cinta di hatiku dan tak ada tempat lagi untuk meletakkannya. Tak ada seseorang yang bisa kuberikan lagi”. – Thanos, “Infinity War”


PinterPolitik.com

[dropcap]B[/dropcap]anyak orang bilang sarung tangan itu seperti sepasang kekasih: selalu bersama, tapi jarang-jarang bersatu. Kecuali kalau lagi disimpan di lemari pakaian, atau kalau yang makai suka megang tangan kanannya pakai tangan kirinya.

Sarung tangan itu seperti halnya kaos kaki, sandal, atau pun sepatu: ada sepasang, selalu bersama, tapi tak bisa bersatu. Begitu kata Tulus dalam lagu “Sepatu”. Mungkin doi juga harus bikin lagu tentang sarung tangan.

Soalnya, beberapa hari terakhir perbincangan tentang sarung tangan sedang ramai mengisi pemberitaan. Kan lagunya bisa ikutan booming juga jadinya. Hadeh.

Adalah Prabowo Subianto, kandidat yang bersaing memperebutkan kursi presiden pada Pilpres 2019, yang “mencuri” cerita tentang sarung tangan tersebut.

Sarung tangan itu identik dengan kebangsawanan dan bahkan sering diasosiasikan dengan karakter pemimpin yang keras. Makanya ada ungkapan yang berbunyi: “An iron fist in a velvet glove”. Share on X

Beberapa hari lalu, dalam kunjungannya ke Jambi, mantan Danjen Kopassus itu terlihat tak seperti biasanya saat menyapa masyarakat lewat aksi dah dah dah dari mobil yang ada sunroof-nya.

Kala itu, Prabowo mengenakan sarung tangan saat menyalami warga yang berkerumum menantinya di pinggir jalan.

Belakangan diketahui bahwa tangan sang jenderal memang sedang terluka, sehingga harus menggunakan sarung tangan tersebut.

“Tadi saya keluar dari pesawat langsung menggunakan sarung tangan karena takut dengan kekuatan emak-emak milenial. Kemarin tangan saya habis dicakar emak-emak”, begitu kata Prabowo ketika ditanya soal sarung tangan tersebut.

Prabowo juga meminta maaf dan menyebut aksinya tersebut bukan berarti ia tak sopan kepada pendukungnya. Hmm, takut infeksi ya pak kalau salamin ribuan orang gitu? Hadeh.

Kritik pun berdatangan, terutama dari kubu pendukung Jokowi. Mereka membandingkannya dengan aksi Jokowi yang selalu tetap salaman dan nggak pernah pakai sarung tangan, sekalipun tangan sang presiden juga pernah terluka akibat cakaran masyarakat.

Owalah, kirain mereka ngritiknya karena kalau pakai sarung tangan, Prabowo jadi kayak Thanos. Sekali jentik jari, whussh setengah populasi lenyap. Hahaha.

Tapi ada benarnya juga sih. Kalau pemimpin mau mengabdi untuk rakyatnya, segala risiko harus dipertaruhkan, termasuk kalau mau salaman dengan masyarakat. Apalagi kalau yang salaman itu emak-emak.

Lagian, sarung tangan itu identik dengan kebangsawanan dan bahkan sering diasosiasikan dengan karakter pemimpin yang keras. Makanya ada ungkapan yang berbunyi: “An iron fist in a velvet glove” – tangan besi di dalam sarung tangan beludru. Kan jadinya kontraproduktif sama upaya Prabowo “memperlunak” citranya.

Penampilan Prabowo juga jadi terlihat aneh dengan sarung tangan itu. Masa jenderal yang keras harus pakai sarung tangan karena takut dicakar?

Jadi, kalau memang tangannya lagi terluka, mending nggak usah salaman aja pak.

Tunggu tangannya sembuh, baru deh jentikin jari. Eh, maksudnya baru salaman sama masyarakat. Karena rakyat memang perlu tahu, tangan yang akan memimpin mereka itu seperti apa.

Kalau menang loh ya, hehehe. (S13)

Exit mobile version