“Itu terlampau kecil, target kita bukan hanya Jokowi, tapi rezim yang kita mau jatuhkan”. – Sri Bintang Pamungkas
PinterPolitik.com
Pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin tinggal menghitung hari. Ibaratnya upacara coronation atau pemahkotaan raja atau ratu baru di Inggris, kira-kira kayak gitulah nuansa jelang waktu pelantikan ini.
Namun, layaknya coronation yang nggak melulu lancar-lancar dan tanpa halangan, begitu juga dengan suasana jelang pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin.
Salah satu “potensi halangan” itu mencuat ketika aktivis serta pejuang revolusioner Sri Bintang Pamungkas membuat seruan untuk menggagalkan pelantikan Jokowi-Ma’ruf.
Buat yang belum tahu, Sri Bintang adalah aktivis yang sejak era Orde Baru cukup keras mengkritik pemerintah. Bahkan, pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) ini pernah mendekam di penjara jelang akhir kekuasaan Soeharto karena cukup keras mengritik pemerintahan sang presiden.
Kayaknya nuansa aktivisnya itu belum juga pudar. Di usianya yang sudah menginjak 74 tahun, Sri Bintang masih tetap keras dalam kritik-kritiknya.
Entah karena sedang kena SOT alias Sindrom Orang Tua – mungkin mirip dengan yang terjadi pada Amien Rais – atau benar-benar sudah gerah dengan rezim yang saat ini berkuasa, yang jelas Sri Bintang tampaknya belum juga akan mundur.
Publik juga mungkin masih ingat bahwa pada akhir tahun 2016 lalu, Sri Bintang juga sempat ditangkap oleh polisi terkait tuduhan makar. Bahkan, beberapa media memiliki bukti undangan pertemuan yang kala itu bertajuk “Konsolidasi Pergerakan dan Konferensi Pers ‘Front Revolusi 2016’”.
Kini, seolah napas revolusionernya belum akan habis, Sri Bintang menyerukan ajakan untuk menggagalkan pelantikan Jokowi. Akibat ajakan tersebut, ia telah dilaporkan ke polisi oleh Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).
Hmmm, Pak Bintang ini emang sudah jadi kayak bintang radio. Yang kalau di zaman dahulu memang menjadi predikat yang dieluk-elukkan oleh banyak orang. Sayangnya, saat ini media yang populer itu televisi. Bahkan, televisi udah mulai tergeser sama YouTube.
Jadi, kalau mau ngajak revolusi, kuasai dulu pembentukan opini, baru bikin pergerakan. Biar nggak tiba-tiba dituduh makar lagi. Kan kalau udah kepala tujuh, nggak enak loh ditahan sama polisi.
Tapi, sayangnya sekarang ini semua media pembentukan opini udah dikuasai sama yang berkuasa. Jangan heran kalau berita-berita jadi pada mirip-mirip.
Mau main YouTube? Lha emang bisa ngalahin jumlah subscribernya Pak Jokowi? Editannya aja udah level dokumenter profesional, gimana kita yang masih ngerekam vlog pake hape 2 jutaan? Upppss.
Ketimbang bikin wacana menggagalkan pelantikan Jokowi, mending saingan bikin channel YouTube aja kali ya. AdSense-nya lumayan loh. Uppps. Hehehe. (S13)
Mau tulisanmu terbit di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.