Sejak meninggalkan panggung politik atau Gedung Putih, tidak banyak dipublikasikan mengenai aktivitas Obama, yang pada masa kecil pernah tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dan biasa dipanggil Barry.
pinterpolitik.com
JAKARTA — Barack Obama, presiden ke-44 Amerika Serikat, siap terjun kembali ke dunia politik dan kehidupan publik. Pernyataan itu tidak disampaikan langsung oleh Obama, tapi melalui seorang sahabat lama, mantan petinggi di pemerintahan AS, yang secara luas dikutip oleh media global.
Eric Holder, mantan Jaksa Agung dan sahabat dekat Obama, Selasa (28/2/2017), mengatakan, sang mantan presiden yang dikenal dengan slogan “Yes We Can” dan jadi inspirasi banyak pemimpin, sudah siap “beraksi”. Memang tidak dielaborasi kata beraksi ini, tapi bisa diduga untuk membelah gelombang-gelombang reaksi sebagian masyarakat AS sejak Presiden Donald Trump dilantik pada 20 Januari 2017.
Untuk meyakinkan akan pernyataannya itu, Holder mengatakan, dia sudah berbicara dengan Obama berkaitan dengan “come back”-nya ke dunia politik, termasuk interaksi dengan para politisi Partai Demokrat, yang delapan tahun lalu ikut mengantarkannya ke kursi nomor 1 di AS. Dalam pergaulan politik, kata berbicara tidak sekadar ngomong-ngomong, tapi punya banyak masud, termasuk pilihan tadi, yang sudah dipikirkan matang-matang.
Sejak meninggalkan panggung politik atau Gedung Putih, tidak banyak dipublikasikan mengenai aktivitas Obama, yang pada masa kecil pernah tinggal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dan biasa dipanggil Barry. Media pernah memberitakan bahwa Obama beserta keluarga menikmati “masa pensiun” dengan berlibur bersama keluarga di beberapa tempat, termasuk di pulau pribadi milik pengusaha Inggris, Sir Richard Branson, di Karibia.
Ia juga pernah diberitakan sudah menunjuk suatu agensi yang akan mengatur kegiatannya sebagai penulis buku dan pembicara di berbagai konferensi, seminar, dan sejenisnya. Berita terbaru, dia bersama sang istri, Michele, sudah meneken kontrak penulisan buku bernilai US$ 60 juta atau sekitar Rp 802 miliar. Kabarnya, kontrak ini adalah yang terbesar dari sejumlah penulisan buku tentang kehidupan para presiden AS.
Jaksa di Chicago
Untuk memahami mengapa Obama ingin kembali terjun ke dunia politik, kita perlu menengok lintasan perjalanan karier dan politiknya. Obama, kelahiran Honolulu, Hawai, AS, pada 4 Agustus 1961, menempatkan Chicago sebagai kota yang sungguh berkesan dalam hidupnya. Karyanya mulai ditorehkan di Chicago, kala itu dia sebagai penggerak masyarakat dan setelah meraih gelar sarjana hukum memilih bekerja sebagai jaksa untuk hak-hak sipil. Ia juga pernah mengajar hukum konstitusi di Unversity of Chicago Law School (1992-2004). Lalu menjadi senator dari Illionis, mulai 1997 hingga 2008, dalam tiga tiga kali masa jabatan.
Berbekal pengalaman berkarya di Chicago dan Illionis dalam beraneka ragam penugasan, dia mengikuti tahapan-tahapan pemilihan presiden AS dari Partai Demokrat. Pada 2004, perhatian nasional tertuju pada Obama, pada saat berkampanye mewakili Illionis di Senat AS, lewat kemenangannya pada pemilu pendahuluan Partai Demokrat (Maret). Ia pun berpidato di Konvensi Nasional Demokrat (Juli), dan terpilih sebagai anggota Senat (November).
Ia memulai kampanye presiden pada 2007 dan 2008, setelah dalam kampanye pendahuluan melawan Hillary Rodham Clinton, memenangkan mayoritas suara delegasi dan menjadikannya sebagai calon presiden dari partainya. Berikutnya, dia mengalahkan calon presiden dari Partai Republik, John McCain, dalam pemilihan presiden 2008. Ia dilantik sebagai presiden pada 20 Januari 2009 dan resmi menjadi penghuni Gedung Putih. Ia terpilih lagi sebagai presiden pada November 2012, mengalahkan Mitt Romney, dari Partai Republik, dan dilantik untuk kedua kalinya, pada 20 Januari 2013.
Delapan tahun menjadi presiden AS, Obama, penerima Nobel Perdamaian 2009, membukukan sejumlah capaian. Di dalam negeri, dia mengesahkan undang-undang stimulus ekonomi sebagai tanggapan terhadap resesi 2007–2009 dalam bentuk American Recovery and Reinvestment Act of 2009 dan Tax Relief, Unemployment Insurance Reauthorization, and Job Creation Act of 2010, beserta beberapa undang-undang lainnya.
Dalam kebijakan luar negeri, antara lain, dia mengakhiri keterlibatan militer AS dalam Perang Irak, menambah jumlah tentara di Afganistan, menandatangani perjanjian pengendalian senjata New START bersama Rusia, dan memerintahkan intervensi militer AS di Libya.
Prioritas Utama
Obama jarang sekali mengungkapkan apa yang akan dilakukannya setelah tidak lagi menjadi Presiden AS. Oleh karena itu, menjelang berakhirnya pertemuan puncak Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Lima (Peru), pada 20 November 2016, para wartawan rada terkejut juga karena Obama membuka “rahasia” masa depannya. Ia mengatakan, prioritas utamanya, mengajak istri dan anak-anaknya berlibur serta menulis.
Untuk sementara waktu, dia mengatakan, tidak akan kembali ke politik. Dia juga tidak akan mengganggu penggantinya dengan terus melakukan kritik. Dia akan melanjutkan tradisi untuk memberikan ruang kepada presiden dalam memerintah. Ia baru akan berbicara jika ada kebijakan yang melanggar nilai-nilai dan ideologi tertentu.
Ia juga mengatakan, akan mendorong rekan-rekannya di Partai Demokrat untuk bekerja sama dengan pemerintahan baru. Namun, sebagai warga negara, dia akan bertindak jika presiden baru menentang nilai-nilai yang selama ini dia hormati.
”Saya ingin menghormati lembaga dan memberikan kesempatan presiden terpilih maju dengan rencana-rencananya.” Begitu dikemukakan Obama, sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulunya.
Menurut Obama, dia telah melakukan yang terbaik, memegang sumpah dan komitmen. Tapi, dia juga berterus terang menyebutkan ada yang belum berhasil dituntaskannya, yakni masalah pengawasan senjata, kenaikan upah minimum, dan belanja infrastruktur.
Banyak tokoh dunia yang memberikan apresiasi kepada Obama, terutama kiprahnya dalam percaturan dunia. Maka, pada pertemuan puncak APEC di Lima, sejumlah kepala negara menyampaikan kata perpisahan dengan emosional.
”Saya akan sangat kehilangan Barack,” kata Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau.
PM Australia Malcolm Turnbull mengatakan, momen APEC sangat bagus, tetapi sekaligus momen sedih.
Presiden Rusia Vladimir Putin pernah berkata: ”Saya mengatakan bahwa kami akan senang bertemu dia (Obama) di Rusia kapan saja kalau dia mau dan bisa.”
Dua minggu setelah serah-terima jabatan dengan Donald Trump, pada 20 Januari 2017, masih banyak warga AS yang merindukan Obama. Dalam survei Public Policy Polling, kala itu, ternyata 52 persen rakyat Amerika menginginkan kembalinya Obama. Padahal mereka sudah mempunyai pemimpin baru.
Kini, Obama ingin kembali terjun ke panggung politik dan kehidupan publik, sebagaimana diungkapkan oleh Eric Holder. Meskipun tidak terinci apa yang akan dilakukan, tetapi sebaiknya Obama memikirkan ulang rencana itu. Sebab dengan terjun ke dunia politik, Obama akan sulit bertindak “diam saja” melihat jalannya pemerintahan, padahal sudah menjadi tradisi untuk tidak mengkritik pemerintahan yang sedang berjalan. Ia dapat mengikuti jejak para pendahulunya, yang agak menjauhi pusat pemerintahan, dengan aktif di bidang lain.
Mungkin lebih baik dan lebih bijak bila Barack Obama menjadi “pimpinan dunia” lewat buku-bukunya serta kertas kerjanya di berbagai pertemuan internasional. Ia dapat memberikan kontribusi mengenai perdamaian dunia lewat tulisan-tulisan yang sarat akan pengalaman dan rancangan yang belum disentuhnya selama delapan tahun menjadi presiden AS. Atau ambil bagian dalam aktivitas Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Berbagai sumber/E19)