Keputusuan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thonir menunjuk mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Zulkifli Zaini menjadi Direktur Utama PT PLN (Persero) pada Desember 2019 lalu, memberikan sepercik harapan akan adanya angin segar perubahan pada perusahaan pelat merah yang mengurusi energi kelistrikan tersebut.
PinterPolitil.com
Zulkifli yang selama ini dikenal sebagai sosok yang piawai dalam soal mengolah keuangan, diharapkan mampu menjadikan PLN tidak terbelit lagi dengan masalah keuangan yang dialaminya selama ini.
Bos baru perusahan listrik milik BUMN ini, sebenarnya bukan orang baru di PLN, karena dia pernah empat tahun menjadi Komisaris PLN (Juli 2013 – April 2015).
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, Erick Thohir memilih Zulkifli karena dianggap lebih cocok dengan kebutuhan PLN saat ini. “Pak Zulkifli ini ahli di manajemen keuangan, kebutuhan PLN saat ini kita lihat ingin ekspansi dan perkuat distribusi, artinya cash flow harus kuat” ungkap Arya.
Melihat rekam jejak keuangan PLN setahun terakhir memang cukup mengkhawatirkan. Pada tahun 2018, tercatat PLN membukukan keuntungan sebesar Rp 11,575 triliun, namun dengan piutang kompensasi dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 23,1 triliun.
Laba bersih dari piutang kompensasi mengindikasikan bahwa tidak ada keuntungan riil yang dipegang perseroan BUMN ini, melainkan masih harus ditagih ke pemerintah.
Kapan utang ke pemerintah dibayarnya, tentunnya itu tergantung kebijakan pemerintah nantinya, terutama kemampuan APBN. Harap dicatat, kondisi serupa, yaitu metode “piutang kompensasi” ini juga terjadi di PT Pertamina dan PT Garuda Indonesia Tbk.
Dengan laba bersih dengan tanda kutip atau cacatan ini, bisa dikatakan utang PLN bertumbuh dalam level mencemaskan. Per kuartal pertama 2019, utang PLN mencapai Rp 394,18 triliun, naik 1,7 persen dibanding akhir tahun lalu.
Bukan itu saja, sebagai orang nomor satu di PT PLN, Zulkifli juga dihadapan dengan tugas baru yang terbilang berat, yaitu mendapat tugas tambahan dari Erick Thohir untuk menata kembali anak usaha hingga cucu usaha yang ada di PT PLN, yang jumlahnya cukup besar.
Erick Thohir beberapa waktu lalu, menegaskan pihaknya tengah melakukan evaluasi anak cucu usaha di tubuh PT PLN yang jumlahnya mencapai 60 perusahaan, dengan rincian 11 anak usaha dan 50 cucu usaha.
Kondisi ini diakui juga oleh mantan Plt Dirut PT PLN Sripeni Inten Cahyani, yang mengatakan pihaknya akan mengevaluasi internal soal anak dan cucu usaha.
Menurutnya, banyaknya anak usaha dan cucu usaha ini tak lepas dari bisnis PLN di pembangkitan listrik. Misal untuk IPP atau Independent Power Producer, di mana PLN menggandeng swasta untuk membangun dan mengelola pembangkit tersebut.
Sripeni mengungkapkan kebanyakan anak dan cucu usaha PLN merupakan kepanjangan dari proses bisnis yang masih bersinggungan. Semua anak dan cucu usaha PLN masih dalam core bisnis perusahaan induk . “Tidak ada yang menyimpang, misalnya apa PLN punya hotel? Tidak. PLN punya rumah sakit? Tidak, begitu ya. Jadi memang semua kepanjangan bisnis PLN.” ungkapnya membela.
PLN juga siap jika Menteri BUMN memutuskan untuk merapikan anak cucu usahanya. “Kita harus buat PLN lebih baik, dan turunkan cost produksi kemudian untuk kejar rasio elektrifikasi.” tandasnya kala itu. (R58)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.