“At any given moment, public opinion is a chaos of superstition, misinformation and prejudice.” – Eugene Luther Gore Vidal, American Writer
PinterPolitik.com
Indonesia memang kental dengan takhayulnya. Nah, takhayul di Indonesia itu gak cuma soal hal-hal yang berbau hantu-hantuan aja, di dalam kebijakan juga ada.
Johnny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang baru misalnya bisa dianggap oleh beberapa orang percaya pada takhayul kebijakan. Pak Johnny ini ternyata masih percaya bahwa pembatasan akses internet akan mengurangi hoaks.
Coba kita ingat, waktu Bawaslu dikepung setelah pengumuman Pilpres 2019, akses internet dibatasi sampe publik marah-marah. Apakah hoaks berkurang? Gak juga, justru dengan pembatasan akses internet publik malah sulit memverifikasi berita.
Kemudian kerusuhan di Wamena pada September lalu pun pembatasan akses internet tidak sepenuhnya mengurangi hoaks. Justru malah menimbulkan tekanan internasional karena dianggap terlalu represif. Berkaca dari kejadian-kejadian tersebut, pembatasan akses internet itu bukan solusi ngatasin hoaks.
Berkaitan dengan itu, sejawat Pak Johnny di Partai Nasdem yaitu Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, punya ide mutakhir untuk menutup akses Facebook. Menurutnya Indonesia bisa bikin aplikasi semacam Weibo di Tiongkok. Beliau yakin kalo Indonesia harus lebih banyak menelurkan startup.
Apa Pak Viktor lupa, kalo Weibo bikinan Negara Tirai Bambu itu bertujuan untuk mengontrol arus informasi secara ketat dan bahkan dinilai beberapa pihak terlalu represif. Ini pun menciptakan semacam ketakutan bagi warga Tiongkok sendiri. Dan lagi buat Indonesia itu kan menyalahi demokrasi.
Nah, ini juga bisa jadi semacam takhayul lain nih, Weibo bisa berkembang pesat karena ada kebijakan ketat dari pemerintah Beijing. Apa Indonesia perlu bikin kebijakan semacam itu?
Lagian kasian juga opa oma kita yang menggantungkan kehidupan sosialnya lewat Facebook. Kalo sampe Facebook dilarang di Indonesia, ya masa mereka mau nongki asik tiap hari ngomongin anak cucu, konsumtif itu. Gak mungkinlah mereka nyoba Twitter yang ganas atau Instagram yang punya estetika tinggi. Foto aja mereka sering aneh dan ngeblur.
Udahlah Pak Johnny, kita juga sadar bahwa pembatasan akses internet akan sia-sia menangkal hoaks kalo publik tak diajari cara mengenali informasi yang benar. Mendingan fokus untuk menciptakan terobosan dalam literasi digital, colek Pak Nadiem. (M52)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.