“Jangan menilai sesuatu hanya dari kata orang…”
PinterPolitik.com
[dropcap]Z[/dropcap]aman sekarang mendengar kabar berita bawaannya curigaan aja. Itu loh, banyak berita hoaks bergentayangan di mana-mana. Bikin ngeri. Kalau begini terus, kira-kira akan ada harapan tidak ya di masa depan? Hmmm…
Ya, menurutku yang harus dibasmi dalam masalah ini bukan hoaksnya deh. Susah. Setidaknya, kita harus sudi menghilangkan segala kemalasan kita dalam membaca literasi, segalanya harus mau dicek dulu kebenarannya, dicari data validnya. Hmmm, terdengar ribet ya? Hehehe.
Tapi kata Davis Kushner, berita palsu itu hanyalah gejala. Penyakit sesungguhnya adalah berkurangnya keinginan mencari bukti, mempertanyakan sesuatu, dan berpikir kritis. So, rajin-rajinlah mencari kebenaran, bukan pembenaran.
Kalau dipikir-pikir, sekarang mau mencari data yang valid juga cukup susah. Bahkan lucunya, perusahaan media di Indonesia terbagi menjadi dua kubu, yang satu kubu pro pemerintah, yang satu kubu pro oposisi. Makanya, suka ada ungkapan “Itu mah TV-nya si A, kalo yang ini TV-nya si B”. Pusing kan…
Gara-gara banyak media yang ketahuan berpihak, sebagian masyarakat juga jadi pada nggak percayaan. Bahkan berdasarkan jajak pendapat Reuters Institute, 59 persen penduduk dunia percaya kalau media sengaja memutar fakta untuk mencapai agenda tertentu. Gawat nggak?
Sungguh mengerikan ketika media tidak lagi berbicara tentang kebenaran... Share on XEh, tapi dengar-dengar, 22 media di Indonesia bersatu membangun Aliansi Cek Fakta. Ada yang bisa nebak kira-kira mereka bakal ngapain?
Katanya, aliansi ini dibangun untuk menangkal segala berita-berita hoaks yang selama ini meresahkan, khususnya pemberitaan mengenai Pilpres. Mereka akan memeriksa kembali data-data yang sering kali diklaim oleh kedua kubu, baik oleh kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Nah loh, kalau begini berarti tiap kubu harus lebih hati-hati dalam menyampaikan berita dong? Harus komprehensif biar nggak malu-maluin. Ya, kalau terlalu sering mengklaim data yang valid, kapabilitas sang calon pasti akan dipertanyakan publik dong?
Tapi kira-kira bagaimana cara aliansi ini membuktikan sebuah pernyataan hoaks atau tidak ya? Dari mana mereka mendapatkan data? Kalau ngambil datanya dari kementerian atau lembaga pemerintahan mah nggak adil dong. Takutnya, ada apa-apa di balik datanya, yang malah menguntungkan salah satu paslon. Hmmm…
Yaa, kalau memang niatnya ingin mengawal pemberitaan yang beredar di masyarakat, media-media yang bergabung dalam aliansi ini harus sudi melepaskan diri dari segala kepentingan ekonomi-politik para pemiliknya. Agar apa? Agar beritanya lebih obyektif.
Nah, kalau medianya udah oke, tinggal masyarakatnya aja nih yang harus cerdas. Harus cek dan ricek segala hal yang masih belum pasti. Jangan sampai jadi penyebar hoaks. (F41)