Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto disebut emban misi diplomatis untuk mendekati Rusia. Mengapa akhirnya Prabowo perlu menjalankan diplomasi ini?
PinterPolitik.com
“Now do I stay? Do I go? That’s my dilemma” – Tyler, The Creator, penyanyi rap asal Amerika Serikat (AS)
Mungkin, banyak orang kala kecil dulu diajarkan bahwa pilih-pilih teman merupakan hal yang tidak boleh dilakukan. Pasalnya, bagaimana pun juga, sebagai makhlul sosial, manusia akan senantiasa saling membutuhkan.
Lagi pula, setiap teman pasti memiliki hal yang khas dan unik masing-masing. Seri kartun Upin & Ipin (2007-sekarang), misalnya, senantiasa mengajarkan bahwa pertemanan dapat dijalin dengan mereka-mereka yang berbeda dengan kita.
Fizi, misalnya, tetap dianggap teman oleh Upin dan Ipin meskipun telah mengucapkan beberapa perkataan yang bisa saja membuat dua anak kembar tersebut bersedih hati. Di sisi lain, ada juga Susanti yang tetap dianggap teman walaupun bukan berasal dari Malaysia, melainkan Indonesia.
Boleh jadi, luasnya ikatan pertemanan Upin dan Ipin mengajarkan kita bahwa pertemanan tetap penting bagaimana pun juga. Lagi pula, tidak seru juga apabila dua anak kembar tersebut tidak punya teman untuk diajak bermain.
Mungkin, cara berpikir inilah yang kini tengah dimiliki oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Bagaimana tidak? Ketua Umum (Ketum) Gerindra tersebut sepertinya banyak menganggap negara-negara lain sebagai sahabat dan teman.
Indo defence minister Prabowo just back from his 2nd trip to Russia in 5 months. Clearly, keen to build the weapons supply relationship with Moscow rather than relying only on the USA. Smart move really. @ASPI_org @FDI_org @IndonesiaAust @erwin_renaldi @maxwalden_
— Ross B Taylor AM (@Indorosstaylor) July 6, 2020
Republik Rakyat Tiongkok (RRT), misalnya, tetap dianggap oleh Prabowo sebagai negara sahabat meski terjadi isu kemungkinan sengketa di Laut Natuna Utara – atau Laut China Selatan (LCS). Di sisi lain, sang Menhan juga disebut dekat dengan negara “rival” Tiongkok, yakni Amerika Serikat (AS).
Kala muda dulu, misalnya, Prabowo pernah bersekolah di negara Paman Sam tersebut. Selain itu, Hashim Djojohadikusumo – adik Prabowo – sempat mengatakan bahwa sang Menhan memiliki kedekatan tersendiri dengan AS pada tahun 2014 silam.
Kini, Prabowo juga disebut mulai mendekati kekuatan politik lain, yakni Rusia. Kabarnya, sang Menhan menjalin kerja sama yang lebih erat di bidang pertahanan dengan rencana pembelian sejumlah alat utama sistem pertahanan (alutsista).
Tidak hanya Prabowo, pemerintah Indonesia memang dikabarkan mulai menjalin hubungan dekat dengan Rusia di bidang ekonomi dan kultural. Hal ini terlihat dari bagaimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai dianggap sebagai partner penting oleh pemerintahan Vladimir Putin di Rusia.
Bukan tidak mungkin manuver Prabowo – dan pemerintah Indonesia – untuk mendekati Rusia ini menyisakan beberapa pertanyaan. Mengapa Prabowo merasa perlu untuk melakukan manuver serupa bila telah menjalankan kerja sama di antara Tiongkok dan AS? Apa implikasi dari manuver diplomatis ini?
Pentingnya Rusia
Keputusan Prabowo mendekati Rusia boleh jadi disebabkan oleh pentingnya posisi geopolitik Rusia sendiri. Pasalnya, bagaimana pun juga, Rusia juga menjadi salah satu negara yang digadang-gadang menjadi negara emergingselain Tiongkok, Brasil, India, Afrika Selatan.
Richard Weitz dalam tulisannyayang berjudul Is BRICS a Real Bloc?menjelaskan bahwa negara-negara tersebut merupakan negara yang berpengaruh di kawasan masing-masing. Bukan tidak mungkin, Rusia dapat bangkit kembali menjadi negara besar setelah runtuhnya Uni Soviet beberapa dekade lalu.
Mungkin, kebangkitan Rusia inilah yang berusaha dijelaskan oleh Roger E. Kanet dari University of Miami, AS, dalam sebuah buku yang berjudul Re-Emerging Great Power. Dalam buku itu, Kanet setidaknya menjelaskan bahwa Rusia di bawah Putin berusaha bangkit kembali melebarkan sayapnya dalam mengarungi panggung politik internasional.
Kembali bangkitnya Rusia ini membuat John J. Mearsheimer – profesor Hubungan Internasional dari University of Chicago – memberikan prediksinya terkait konstelasi kekuatan politik internasional ke depannya. Dalam sebuah video wawancara, Mearsheimer menjelaskan bahwa panggung politik internasional akan diisi oleh tiga kekuatan besar, yakni AS dan Tiongkok, serta Rusia.
Mearsheimer juga menjelaskan bahwa kebangkitan Tiongkok dalam kancah geopolitik tidak akan berujung pada perdamaian. Justru, AS akan berupaya untuk menghalau kekuatan Tiongkok dengan membangun koalisi pengimbang bersama negara-negara Asia-Pasifik lainnya, seperti Jepang, Korea Selatan, India, dan Australia.
Maka dari itu, mengacu pada Mearsheimer, AS dan Tiongkok akan terlibat dalam sebuah persaingan global. Persaingan ini akan meninggalkan kekuatan besar lainnya, yakni Rusia, pada situasi yang berada di tengah-tengah.
Setidaknya, Mearsheimer memberikan tiga skenario akan posisi lanjutan Rusia. Pertama, Rusia dapat bersekutu dengan Tiongkok untuk mengimbangi kekuatan Barat.
Kedua, Rusia dapat bersekutu dengan AS guna menghalau pengaruh Tiongkok. Skenario kedua ini mungkin saja terjadi karena hubungan Rusia-Tiongkok tidaklah selalu harmonis. Soal negosiasi minyak, misalnya, Weitz dalam tulisannya menjelaskan Rusia tidak selalu sepakat dengan Tiongkok.
Namun, mungkin, Rusia kini masih berada di skenario ketiga, yakni berupaya menjadi netral di antara AS dan Tiongkok. Hal ini terlihat dari bagaimana negara yang dipimpin Putin itu tidak ingin turut campurdalam “permusuhan” antara AS dan Tiongkok terkait pandemi virus Corona (Covid-19).
Dari sini, dapat dipahami bahwa Rusia dapat menjadi kekuatan alternatif di tengah persaingan geopolitik yang memanas antara AS dan Tiongkok. Namun, apa keuntungan yang diperoleh oleh Prabowo dan Indonesia dengan mendekati Rusia? Kepentingan apa yang ingin dicapai Prabowo?
Keuntungan Indonesia?
Apa yang dilakukan Prabowo terkait upayanya untuk mendekati Rusia bisa jadi merupakan bagian dari kepentingan nasional Indonesia. Lebih jauh lagi, bukan tidak mungkin Indonesia ingin melepaskan diri dari jebakan bandwagoningkepada negara besar lain, baik AS maupun Tiongkok.
Sebenarnya, Prabowo sendiri dikabarkan akanmelakukan belanja alutsista dari negara Paman Sam, yakni sejumlah pesawat MV-22 Osprey. Terlepas benar atau tidaknya kabar tersebut, pilihan belanja tersebut mungkin memang dibutuhkan oleh Indonesia.
Pasalnya, bagaimana pun, Indonesia membutuhkan sejumlah alutsista guna menghadapi kemungkinan terburuk dari situasi di LCS. Di sisi lain, rencana pembelian itu bisa jadi bertujuan untuk mengimbangi (balancing) pengaruh Tiongkok yang disebut-sebut telah meluas di Indonesia.
Apa yang dilakukan Indonesia di antara dua kekuatan besar tersebut sebenarnya merupakan upaya internal balancing. Dalamtulisannyayang berjudul Reckless States and Realism, Mearsheimer menjelaskan bahwa upaya pengimbangan internal ini dilakukan dengan memanfaatkan pengaruh dan kekuatan negara-negara besar guna mengoptimalkan kapabilitas negara pengimbang sendiri.
Bukan tidak mungkin, Indonesia berharap – dengan adanya AS dan Tiongkok – dapat memperkuat negaranya sendiri. Namun, dua pilihan ini bisa saja sulit diseimbangkan apabila menjadi berat sebelah.
Di sinilah peran Rusia dapat menguntungkan Indonesia. Upaya Prabowo untuk mendekati negara yang dipimpin oleh Putin tersebut dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia.
Boleh jadi, kedekatan Prabowo dengan Rusia ini dapat membuat Indonesia terlepas dari jebakan untuk bandwagoning– bersekutu langsung pada salah satu negara kuat – pada AS atau Tiongkok. Alhasil, Indonesia dapat menjadi lebih leluasa dalam menentukan kebijakan luar negerinya.
Meski begitu, gambaran kemungkinan ini tentu belum pasti benar terjadi. Yang jelas, Prabowo sebagai Menhan kini harus bersiap terhadap segala kemungkinan terburuk yang dapat terjadi dalam persaingan AS-Tiongkok di kawasan Asia-Pasifik.
Mungkin, mirip dengan apa yang dirasakan oleh penyanyi rap Tyler, The Creator di awal tulisan, Indonesia juga merasakan bingung dan dilema untuk menentukan posisi kedua negara tersebut. Mungkin, Rusia dapat menjadi jawabannya. Menarik untuk dinantikan kelanjutannya. (A43)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.