“Sebagai bangsa yang merdeka, kita harus berdiri di kaki sendiri”. – Ir. Soekarno
PinterPolitik.com
[dropcap]K[/dropcap]ita tau ya guys, Indonesia adalah negara agraris. Berbekal besarnya sektor pertanian dan lahan subur, Indonesia harusnya mampu memproduksi hasil pertanian dengan skala besar. Bahkan dapat menjadi negara export oriented dalam produk pertanian.
Tapi mungkin itu hanya angan-angan kita belaka sebagai rakyat jelata. Loh, kok bisa begitu?
Baru-baru ini publik digemparkan dengan informasi yang beredar bahwa satu hari pasca Pemilu, Kementerian Perdagangan telah menandatangani surat izin impor bawang putih sebanyak 100 ribu ton.
Wow, banyak banget ya. Emang butuh banget sampai impor segala? Sebagai negara agraris, terlihat aneh kalau Indonesia melakukan itu. Apa gak kasihan dengan petani bawang?
Jumlah sebanyak itu jika dirupiahkan mungkin bisa menghidupi 3 warga kabupaten/kota sekaligus ya.
Ini terlihat dari keluarnya izin Kemendag agar Bulog impor bawang putih. Waduh, kalau Bulog yang adalah BUMN diminta impor, jangan-jangan nantinya akan ada perintah agar importir lain yang menjalankan tugas itu. Wah, kalau begini sih namanya lempar batu, eh dilempar lagi. Hehe.
Publik digemparkan dengan informasi yang beredar bahwa satu hari pasca Pemilu, Kementerian Perdagangan telah menandatangani surat izin impor bawang putih sebanyak 100 ribu ton. Share on XBerdasarkan informasi dari laman Inatrade, terdapat tujuh perusahaan yang diminta Bulog untuk melakukan impor bawang guys. Di antaranya adalah PT Maju Makmur Jaya Kurnia, PT Setia Pesono Indoagro, PT Sinar Padang Sejahtera, PT Mahkota Abadi Prima Jaya, PT Bintang Alam Sukses, PT Semangat Tani Maju Bersama dan PT Satria Bima Nusantara.
Wah, beruntung ya ketujuh perusahaan swasta ini mendapat perintah untuk impor, untung banyak tuh. Hehe. Tapi, ini perusahaan milik siapa ya? Bukannya beberapa di antaranya pernah disebut sebagai bagian dari kartel bawang putih bukan? Upppss.
Kalau yang melakukan impor lembaga swasta, apa tidak bahaya ya nanti di akhir cerita?
Menurut Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, impor ini bisa menimbulkan moral hazard. Sedangkan dalam ekonomi, moral hazard dapat terjadi dengan mengorbankan salah satu pihak lainnya. Waduh, masa petani akan dirugikan lagi?
Kalau kita boleh negative thinking, apa jangan-jangan ini hanya kebijakan agar orang-orang tertentu saja yang mendapatkan keuntungan? Wah, kalau benar seperti itu, namanya mendukung potensi terbentuknya oligarki ekonomi. Semoga itu bukan perusahaan keluarga ehm ehm ya hehe. (F46)