“Ya jelas kemahalan. Saya baru pulang dari Makassar, beras premium di sana Rp 9.000 per kilogram. Sementara, beras Bulog di sana yang Rp 8.450 per kilogram saja tidak laku. Nanti pada rapat bersama Kemendag akan kami pertanyakan.” ~ Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijaya
PinterPolitik.com
[dropcap]L[/dropcap]agi dan lagi, terobosan Kementerian Perdagangan (Kemendag) memantik kritik pedas dari DPR akibat harga beras impor yang dipatok terlalu mahal.
Awalnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengklaim bisa mendatangkan beras premium impor dengan harga Rp 8.450, namun ternyata yang datang beras medium dengan harga Rp 8.900.
Harganya kok bisa beda begitu sih, emangnya ada perubahan harga atau gimana? Bukan perbedaan harga, tapi memang jenis berasnya aja udah berbeda, ya jelas harganya beda lah.
Makanya, Mendag udah bikin hal yang kontroversial lagi aja nih. Weleeeh weleeeh, tapi kalau dicermati sih Mendag ini memang selalu memberikan terobosan yang memancing kritik.
Oleh karenanya, tak aneh kalau Mendag acapkali dijuluki tengkulak beras. Karena memang kebijakan impor beras yang dicanangkannya itu selalu membuat kening masyarakat mengkerut. Ehmm, kebijakan apaan sih nih? Weleeh weleeh.
Uppss, dari kinerja Mendag yang begini adanya, akhirnya Mendag harus menerima sikap politikus Partai Demokrat Azam Azman yang mencecar kebijakannya, sebab sangat dimungkinkan membuat rugi dan menjadi beban APBN.
Makanya, Azam merencanakan memanggil Mendag untuk dimintai keterangan dan meminta penjelasan tentang hal kontroversial terkait kebijakannya tersebut. Nah loh, mau dipanggil, Mendag udah nyiapin alasan apa ya? Ehmm.
Tapi yang bikin aneh, kok bisa ya Mendag awalnya mengklaim mau membeli beras impor yang harganya berbeda dengan beras yang dibelinya.
Nah kalau udah agak sedikit melucu begitu, Mendag hanya tinggal menunggu waktu untuk dicecar habis sama anggota DPR, apalagi katanya beras impor ala Mendag itu dikhawatirkan membebani Bulog.
Ahh syudahlah, jangan membuat kebijakan yang melucu terus, masa iya mau kontroversial terus. Mending pikirin, gara – gara beras impor besar – besaran di era Mendag, akhirnya ‘mematikan’ beras lokal yang sudah jadi persediaan Bulog.
Ehmm, Mendag bener juaranya impor beras, weleeh weleeh. Daripada terus menerus mengeluarkan kebijakan yang aneh, mendingan maknai apa yang disampaikan Paulo Coelho, cara terbaik menghindari masalah adalah dengan membagi tanggungjawab.
Nah, Mendag mau membagi tanggungjawab kepada yang lebih paham kondisi objektif beras atau mau mengalihkan tanggungjawab?
Ehmm, terserah sih, pilih mana, weleeh weleeh. (Z19)