Sebagai Gubernur Jakarta Baru, Anies-Sandi sepertinya akan merombak trotoar di seputaran Thamrin agar dapat digunakan motor beroda dua. Waduh, bagaimana nasib pejalan kaki nantinya ya?
PinterPolitik.com
“Jakarta sebetulnya merupakan kota menarik di mana membutuhkan banyak kegiatan untuk aktif.”
[dropcap]S[/dropcap]ebagai Ibukota negara, Jakarta seharusnya tak hanya ramai dengan kendaraan bermotor dan sesaknya polusi udara. Jakarta seharusnya juga memiliki tempat yang untuk melakukan berbagai aktivitas sosial budaya, terutama di saat akhir pekan.
Setidaknya itulah menurut Tim Althoff, seorang peneliti dari Stanford University. Berdasarkan penelitian, ia mengkategorikan Jakarta yang dihuni sekitar 10 juta jiwa, sebagai gambaran poster kesengsaraan para pejalan kaki.
Bagaimana tidak, dari total jalan sepanjang 4.500 mil, hanya tujuh persen atau 7.200 kilometer saja yang memiliki trotoar. Sisanya, umumnya hanya jalan setapak yang memanfaatkan penutup selokan dan lebarnya pun hampir tidak mencapai satu meter.
Di era Bang Ahok dan Bang Djarot, trotoar di sepanjang jalan protokol kemudian dibuat lebih manusiawi. Setidaknya cukup lebar dan disediakan bangku taman untuk beristirahat. Sayangnya, kondisi nyaman ini kemungkinan akan segera berakhir.
Sebagai Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies Baswedan sepertinya tidak menganggap penting trotoar bagi pejalan kaki. Sebab ia ingin mengubahnya menjadi jalan khusus kendaraan beroda dua.
Mind-blowing. https://t.co/uGZAqk3nvg
— iqbal azliansyah (@iqbalazliansyah) November 12, 2017
Herannya, pernyataannya ini tidak selaras dengan ocehan wakilnya, Bang Sandi. Trotoar, baginya, merupakan lahan kosong yang harus dimanfaatkan untuk beraktivitas sosial dan budaya, termasuk berjualan.
Jawaban yang enggak sinkron satu sama lain ini, akhirnya cukup membuat ramai media sosial. Baik pro kontra kebijakannya, hingga ketidakkompakan keduanya sendiri. Untungnya, Bang Anies terkenal pandai berkelit. Ia pun berdalih kalau rancangannya lagi digodok, jadi meminta warga enggak nyinyir dengan imajinasinya dia dulu.
Berbicara tentang imajinasi, memang semua orang punya versinya sendiri-sendiri. Tapi mengubah trotoar yang lebarnya tidak lebih dari dua hingga dua setengah meter menjadi jalan bagi kendaraan roda dua dan pejalan kaki saja, sudah enggak masuk logika.
Apa ia ingin menyatukan pejalan kaki dengan pengendara roda dua? Mengimajinasikan saja rasanya sulit. Tapi yah mau gimana lagi, mungkin inilah gambaran Jakarta yang sesungguhnya. Jakarta ala Althoff yang tidak ramah bagi para pejalan kaki. Kita tunggu saja, bagaimana hasil imajinasi Bang Anies atas hak para pedestrian ini. (R24)