Segerombolan orang berdemonstrasi di hari minggu! Tapi demo mereka cuma lima menit! Apakah janji kampanye itu juga hanya 5 menit diingat, lalu dilupakan?
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]H[/dropcap]ari minggu sore adalah waktu yang paling enak buat nonton bola di TV sambil ngopi. Abdul sudah bersiap di depan TV dengan secangkir kopi hitam dan sepiring pisang goreng. Hari ini ada big match Persib Bandung vs PSM Makassar. Asoy!
Belum juga dimulai bolanya, eh TV-nya malah nyiarin berita: Kabar Terkiri. Ah, ini stasiun TV yang kalah saingan sama TV berita yang lain dan akhirnya nyiarin sinetron, kan?
Berita yang disiarin ini tentang demo segerombolan orang di depan suatu hotel di Jakarta. Hotel itu disebut-sebut sebagai salah satu tempat hiburan malam!
Abdul jadi teringat saat kampanye Pilkada Jakarta beberapa bulan lalu, nama hotel itu dibawa-bawa sebagai salah satu janji kampanye. Kami akan menutup hotel itu! Begitu katanya saat itu.
Sekarang janji itu ditagih! Apa nggak pusing ya Gubernur dan Wakil Gubernur yang baru?
Abdul merasa aneh saja.
Apa masyarakat ini tidak tahu ya persoalan yang sebenarnya terjadi? Saya yang tukang katering aja ngerti kok.
Abdul ingat diskusinya dengan Tarmin, tukang ojek daring yang juga tetangganya, saat menjelang Pilkada beberapa waktu lalu. Biar cuma tukang katering, wawasan politik harus tinggi!
Menurut Tarmin, Pilkada Jakarta memang memecah masyarakat menjadi dua kelompok. Hal yang sama juga terjadi pada para pebisnis, termasuk pebisnis dunia hiburan malam.
“Ngeri lah, Dul. Semuanya berkubu, bersaing bisnis, dan kuat-kuatan menangin calon yang menguntungkan mereka”, begitu kata Tarmin saat itu.
Jika ada kubu A dan B, angin berpihak pada kubu A di periode gubernur yang sebelumnya. Sementara, kubu B justru terdesak. Beberapa tempat hiburan malam yang ditutup pada periode sebelumnya disebut-sebut merupakan milik kubu B.
Pilkada 2017 dimenangkan oleh pasangan yang didukung kubu B. Makanya, kubu A yang sekarang sedang ditekan. Menurut Tarmin inilah yang disebut sebagai ‘perkawinan’ politisi dan pebisnis. Istilah keren-nya seperti judul lagu ABBA: The Winner Takes It All!
Lalu, siapakah kubu A dan B itu? Tarmin menolak untuk menjawab. “Tunggu kalau kau dah jadi pengusaha katering sukses, baru aku beritahu kau, Dul”.
Wo, gayamu, Min! Jadi tukang ojek online gayanya minta ampun. Awas nanti dikejar-kejar Organdis kayak yang di Bandung!
Tarmin memang ada benarnya. Kalau masyarakat hanya mengerti di permukaannya saja, maka akan mudah diprovokasi untuk berdemo menuntut penutupan tempat hiburan malam tanpa tahu seperti apa politik di baliknya atau bisnis di baliknya. Agama dan alasan kepatutan dibawa-bawa pula.
Semoga pemimpin Jakarta yang baru bisa mengambil sikap yang terbaik. Bagi masyarakat, yang penting kota menjadi aman dan nyaman.
“Woi, Dul! Volume tipi kecilin dong! Biar yang ribut dan gaduh itu cuma di Pilgub Jatim aja! Ciee, yang pulang dari Belgia langsung dapat deal-deal-an ya?”
Di tempat lain, pria kurus itu marah-marah karena jalanan yang rusak. “Kalau walikota-nya tidak mau kerjakan, nanti saya yang kerjakan!” Galak amat, Pakde.
Ah, acara bolanya harus berakhir dengan berita duka! Salah satu penjaga gawang senior meregang nyawa di lapangan. Duka lagi untuk sepakbola kita yang makin kacau!
Adios, Choirul!
(S13)