Site icon PinterPolitik.com

Media Indonesia, Media Siapa?

Media Indonesia Surya Paloh

Halaman depan harian Media Indonesia pasca demonstrasi mahasiswa 24 September 2019 (Foto: twitter.com/edbertgani)

“Sua, sua, sua, suara berita, tertulis dalam koran,” – Iwan Fals, Sugali


Pinterpolitik.com

Aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat sipil selama dua hari berturut-turut beberapa waktu lalu membuka mata masyarakat lebar-lebar bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Jika merujuk pada, tajuk yang digunakan kelompok tersebut saat ini reformasi sedang dikorupsi.

Media-media kemudian menangkap fenomena ini di tajuk-tajuk utama mereka. Halaman depan surat kabar besar semacam Kompas dan Koran Tempo tampak tak mau berjarak dengan tuntutan masyarakat.

Harian Kompas misalnya menulis tajuk utama berjudul Suara Mahasiswa Didengar, sementara Koran Tempo menggaungkan tajuk Adu Kuat untuk menggambarkan masifnya gelombang mahasiswa dengan pemerintahan Jokowi yang seakan tak peduli dengan tuntutan masyarakat.

Di luar itu, ada juga media seperti Tirto yang di editorialnya secara terang-terangan menunjukkan dukungan kepada aksi Gejayan Memanggil.

Nah, di antara keberpihakan pers kepada isu publik tersebut, ternyata masih ada aja surat kabar yang malah jadi corongnya pemerintah. Kalau tidak percaya, coba lihat harian Media Indonesia, dengan percaya diri tak peduli suara hati pembeli, mereka menulis Demonstrasi Tidak Relevan Lagi.

Serius nih headline Media Indonesia semacam ini? Kenapa media malah jadi corongnya kepentingan pemerintah dan pernyataannya Wiranto? Jadi, Media Indonesia ini medianya siapa?

Kalau dari segi kepemilikan, kita semua bisa mengerti sih kenapa media tersebut menulis demikian. Kan, pemiliknya Surya Paloh adalah Ketua Umum Partai Nasdem, salah satu penyokong utama pemerintahan Jokowi. Selain itu, partai ini juga jadi salah satu tulang punggung DPR yang berpotensi meraup banyak kenikmatan dari berbagai RUU yang dibuat.

Sedih sih kalau melihat kondisi ini. Bukan hanya karena media tersebut gak lagi berada di sisi rakyat, tetapi juga kalau melihat sejarah Surya Paloh dan media-media yang ia komandoi.

Dulu, di era Orde Baru, Surya pernah berhadapan dengan rezim ketika Harian Prioritas miliknya dicabut izinnya karena terlalu kritis kepada pemerintah. Selain itu, Media Indonesia juga tergolong lebih kritis ketimbang banyak media lain di era itu. Padahal, ia sebenarnya punya kedekatan dengan Keluarga Cendana.

Ironis ya, Surya yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu, meski dekat dengan rezim, ia tidak takut untuk mengritik pemerintah. Eh sekarang, media yang ia pimpin justru tidak kritis diduga karena terlalu dekat rezim. Ckckckck.

Saat media-media besar berpihak pada publik, Media Indonesia justru malah berpihak pada pernyataan Pak Wiranto. Hmmm. Share on X

Yang membuatnya tambah menyedihkan adalah, dalam kiriman yang beredar di media sosial, ada tindakan aparat kepolisian yang melakukan larangan kepada pewarta untuk merekam. Wah, masak Media Indonesia justru berpihak ke sisi yang justru melemahkan kerja-kerja jurnalisme sih?

Idealnya sih, Media Indonesia bisa balik lagi ke eranya zaman dulu, kritis dan tak ragu mengritik rezim. Ya, kalau kayak gini sih jangan salahkan kalau banyak yang berpaling ke media lain, seperti misalnya ke ehm ehm Pinterpolitik.com hehehe. (H33)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version