Komunitas baru ini tidak hanya di Jakarta, juga terdapat di berbagai daerah lain, seperti Surabaya, Semarang, Solo, Wonosobo, dan Bandung. Masyarakat Indonesia Anti Hoax di masing-masing daerah bergerak secara independen sesuai dengan pendekatan yang diperlukan.
pinterpolitik.com – Senin, 9 Januari 2017
JAKARTA – Sebuah komunitas baru, Masyarakat Indonesia Anti Hoax, dideklarasikan di Jakarta, Minggu (8/1/2017). Mereka yang tergabung dalam komunitas ini adalah pegiat media sosial. Deklarasi itu dihadiri, antara lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Pendeklarasian komunitas baru ini di tengah acara car free day di Jalan Thamrin, Jakarta, adalah untuk menanggapi maraknya peredaran berita palsu atau hoax di media sosial di Indonesia, belakangan ini. Maka, salah satu tugas komunitas antihoax ini adalah menarik minat masyarakat agar memakai media sosial secara positif dan tidak menyebarkan berita palsu.
“Harapannya, banyak yang akan tergerak bergabung dalam inisiatif memerangi hoax di masa depan, bisa melalui media, ormas, dan jalur-jalur lain,” ujar Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho.
Mengenai latarbelakang pembentukan Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji mengatakan, bermula dari perlawanan netizen di Tanah Air yang berupaya memerangi hoax secara sporadis, dengan membentuk grup-grup antihoax di media sosial.
Grup-grup yang lahir karena gerah dengan maraknya hoax, antara lain, Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Keempat grup ini terdapat di Facebook.
Grup-grup tersebut disatukan dalam satu wadah dengan maksud untuk melebarkan jangkauan hingga turut mencakup ranah online, dengan kegiatan, seperti sosialisasi dan workshop soal perlawanan terhadap hoax.
Komunitas baru ini tidak hanya di Jakarta, juga terdapat di berbagai daerah lain, seperti Surabaya, Semarang, Solo, Wonosobo, dan Bandung. Masyarakat Indonesia Anti Hoax di masing-masing daerah bergerak secara independen sesuai dengan pendekatan yang diperlukan.
“Jadi, misalnya di Yogyakarta pendekatannya lebih mengarah ke budaya, Surabaya lebih ke akademis. Semuanya beroperasi independen, kami hanya koordinasi,” jelasnya.
Dikemukakan, keterlibatan pertama adalah mengajak masyarakat untuk tahan jempol dan tidak mudah percaya berita, harus diverifikasi lagi. Kritisi masuk akal atau tidak, kalau tidak sempat cari tahu, jangan di-share.
Tahap Peringatan
Sementara itu, Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan, pemblokiran beberapa situs jurnalistik yang menyebarkan hoax dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), merupakan tahap peringatan bagi media-media yang menjual produk jurnalistik lainnya, khususnya media daring.
Dikemukakan, kalau itu dibiarkan, malah nanti terjadi kekacauan di masyarakat. Yang kita lakukan itu tahap warning. Mereka bisa ditindaklanjuti ke jalur hukum kalau sudah memenuhi syarat. Tapi, (penindakan hukum) itu bergantung pada Kepolisian, kata Samuel dalam diskusi mingguan di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1). Diskusi mengambil tema “Media Sosial, Hoax dan Kita.”
Ia mengimbau masyarakat menjadikan tindak pemblokiran ini sebagai pelajaran bagi pengguna internet. Terutama operator situs untuk memanfaatkan teknologi dengan bijaksana.
Dikemukakan, kategori berita hoax dibagi menjadi dua, yaitu berita bohong dengan latar belakang ekonomis untuk menjelekkan kompetitor dan berita bohong dengan latar belakang isu SARA.
“Kalau mengaku media dengan produk jurnalistik turutilah kaidah-kaidah jurnalistik. Kalau tidak, ya buatlah website tanpa embel-embel jurnalistik,” katanya.
Seperti diketahui, Kemenkominfo memblokir ribuan situs yang mengandung muatan yang berpotensi meresahkan masyarakat. Total sekitar 7.770 situs yang aksesnya ditutup Kemenkominfo.
Menkominfo Rudiantara mengatakan, pemblokiran situs yang dianggap meresahkan masyarakat sudah lama dilakukan. Hal itu dilakukan sesuai dengan prosedur. Secara UU dan peraturan itu dimungkinkan untuk dilakukan. Istilahnya pemutusan akses dalam revisi UU yang baru.
Pemerintah sendiri berencana membentuk Badan Siber Nasional (Basinas) dalam waktu dekat. Menko Polhukam Wiranto menargetkan Basinas terbentuk dalam waktu satu bulan ini.
“Dari informasi, Indonesia termasuk paling besar sasarannya di dunia. Padahal hampir seluruh kehidupan masyarakat pakai internet. Kalau tidak bisa diproteksi, maka terjadi kekacauan,” kata Wiranto, Kamis (5/1). (KpsTekno/E19)