“Saya kira kejujuran bahwa itu bukan mobil nasional itu menandakan bahwa ini bukan komponen nasional yang mayoritas, siapa tahu ini mobil dari Tiongkok sana dibikin di Indonesia, dirakit. Kalau begitu semua orang juga bisa”. – Fadli Zon, Wakil Ketua DPR
PinterPolitik.com
B
eberapa hari terakhir memang pemberitaan ramai mengulas aksi Jokowi meresmikan pabrik mobil PT Solo Manufaktur Kreasi alias Esemka.
Akhirnya, setelah beribu-ribu abad lamanya – eh, maksudnya setelah beribu-ribu malam dan siang penuh penantian, mobil yang namanya Esemka ini jadi juga toh.
Bukan apa-apa sih, soalnya brand-nya itu sudah kadung buruk di masyarakat. Mobil Esemka ini sempat dicap sebagai siluman dan hantu. Bahkan kehadirannya itu udah kayak lagunya grup band Utopia yang judulnya Antara Ada dan Tiada. Namanya juga utopia, ya ada dan tiada lah. Upppss. Hehehe.
Tapi, rupanya Presiden Jokowi berhasil membuktikan bahwa mobil Esemka yang membawa dirinya dari Solo hingga jadi RI-1 seperti sekarang ini, emang beneran bisa diwujudkan.
Buat yang belum tahu, mobil Esemka yang pertama kali muncul di tahun 2007 emang jadi populer ketika digunakan oleh Jokowi sebagai kendaraan dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo. Bahkan, mobil ini membuat nama Jokowi terus tersorot dan akhirnya mendapatkan popularitas yang besar.
Ibarat kata, Esemka ini jadi batu loncatan Jokowi dari Wali Kota sampai jadi Presiden seperti sekarang ini.
Hmm, tapi butuh waktu sampai 12 tahun loh untuk bisa beneran produksi mobil yang satu ini. Yang agak membingungkan, Esemka ini nggak mau disebut sebagai mobil nasional loh. Lha kok bisa?
Nggak ada yang tahu pasti juga sih alasannya.
Tapi, boleh jadi hal tersebut karena banyak komponen mobilnya yang masih berasal dari luar negeri. Kalau kata Menteri Perhubungan Budi Karya, local content mobil tersebut ada di atas 60 persen. Sementara Jokowi sebut ada di bawah 80 persen. Artinya, kemungkinan besar angkanya ada di antara 60-80 persen.
Beh, ini mah nggak lebih baik dibandingkan mobil-mobil pabrikan Jepang dan Eropa kayak bangsanya Toyota dan kawan-kawannya. Mobil Xenia-Avanza misalnya, local content-nya sampai 94 persen, Terios 89 persen, Agya-Ayla 92 persen, dan Sigra-Calya 92 persen.
Nah, hal inilah yang membuat muncul spekulasi bahwa mobil Esemka ini sebenarnya buatan luar negeri juga. Salah satunya disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Bang Fadli bilang bahwa mengapa mobil ini nggak disebut mobil nasional alias mobnas, kemungkinan besar karena emang komponennya berasal dari luar. Bahkan, doi sampai menyebut nama negara Tiongkok sebagai negara yang besar kemungkinan menjadi asal dari sebagian besar komponen mobil tersebut.
Wah, berarti masih jadi hantu dong mobil Esemka ini dalam konteks identitas mobil nasional. Ibaratnya seperti The Flying Dutchman yang adalah kapal hantu yang harus berlayar sepanjang masa, jangan-jangan begitulah nasib mobil Esemka. Upppss. (S13)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.